Demo May Day Ungkap UU Ciptaker Masih Jadi Biang Kerok Kesejahteraan Buruh
JAKARTA - Sejumlah elemen buruh menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di beberapa lokasi. Salah satunya adalah kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih menjadi penyebab masalah kesejahteraan buruh sejak aturan tersebut diundangkan hingga sekarang.
Masalah lain yang menjadi tuntutan buruh adalah penolakan upah murah para pekerja.
"Dua isu tersebut yang menjadi persoalan buruh dalam 5 tahun terakhir. Omnibus Law UU ciptaker mengakibatkan PHK di mana-mana," tegas Said Iqbal ditemui di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu, 1 Mei.
Menurut Said Iqbal, faktanya Undang-Undang Ciptaker tidak efektif menerap tenaga kerja. Selama tahun 2023, KSPI mencatat ratusan ribu buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
UU Ciptaker, lanjut dia juga mengakibatkan kenaikan upah minimum tiap tahunnya sangat rendah. Pemerintah membatasi kenaikan UMP maksimal 5 persen tiap daerah.
Baca juga:
Sementara, buruh menuntut kenaikan upah 15 persen dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan biaya sehari-hari di tengah kenaikan harga.
"Enggak cukup kalau upah minimum seperti yang sekarang ini sekitar 4,9 atau 5,1 juta rupiah. Jadi, mendekati angka Rp7 juta rupiah. Ini dari hasil survei BPS, namanya SBH, survei biaya hidup," jelas Said Iqbal.
Masalah-masalah lain yang diakibatkan UU Cipta kerja, sambung Said Iqbal, di antaranya nilai pesangon yang kecil, jaminan upah pekerja wanita yang cuti hamil tidak jelas, hingga membludaknya tenaga kerja asing.
Atas dasar itu, kelompok buruh tetap menuntut Mahmakah Konstitusi (MK) mencabut UU Cipta Kerja, setidaknya pada klaster ketenagakerjaan dan petani, serta lingkungan hidup dan HAM yang sedang digugat.