Timur Tengah Membara Ekonomi Dunia Kembali Tiarap

JAKARTA - Konflik Timur Tengah yang membara dikhawatirkan banyak pihak akan menjadi awal pecahnya Perang Dunia ke 3 (Tiga) yang tentu saja tidak kita inginkan. Namun sinyalemen itu makin menguat dengan banyaknya negara yang terlibat dalam konfliks di kawasan itu. Perseteruan yang berawal dari aneksasi atau pendudukan Israel ke Palestina terutama di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang sudah berlangsung 6 bulan.

Terlebih lagi gempuran dan upaya pendudukan Israel di Gaza dan Tepi Barat telah menimbulkan kesengsaraan 1 juta penduduk Palestina. Hal ini mengundang simpati dunia terhadap perjuangan Palestina.

Penguasaan Jalur Gaza dan Tepi Barat oleh Israel tak hanya memicu perlawanan pejuang Palestina Hamas ke Israel. Konflik itu juga telah menyeret kembali sejumlah proksi (kepanjangan tangan) Iran. Seperti kelompok milisi Houthi di Yaman yang mengakui penyerangan Israel, kelompok Hizbullah juga melakukan penyerangan kepada Israel di perbatasan Lebanon dan Israel. Hizbullah berulang kali melakukan penyerangan ke Israel dengan menembakkan rudal, mortir, dan roket ke Israel bagian utara sejak perang pecah Oktober lalu. Sementara proksi Iran dari wilayah Irak, yakni milisi al-hadi Amiri (PMF) juga melakukan gempuran serupa ke Israel. Kelompok-kelompok ini merupakan sekutu terpenting bagi Iran seperti milisi Syiah di Lebanon, Irak, Suriah, dan Yaman yang melakukan dukungan melalui uang, senjata, dan pelatihan.

Serangan yang terang-terangan dilakukan Iran ke Israel terjadi pada Sabtu malam (13/4). Iran meluncurkan setidaknya 300 missile, 170 drone dan 30 rudal jelajah ke target-target militer dan sipil Israel. Serangan udara yang dilakukan Iran kepada Israel itu sebagai balasan atas serangan udara Israel pada 1 April lalu terhadap fasilitas diplomatiknya Iran di Damaskus, Suriah. Iran juga saat itu menyita kapal kontainer Israel yang melintas di Selat Hormuz. Aksi-aksi itu diklaim sebagai respons atas pembunuhan sejumlah petinggi Garda Revolusi Iran di Suriah. Serangan Israel itu sedikitnya menewaskan tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal tinggi Iran. Serangan juga merusak sejumlah bangunan di kamp pengungsi Nuseirat.

Atas balasan Iran itu Israel menyatakan akan melakukan balasan serupa ke Iran. Serangan balasan Israel itu diduga dilakukan pada Jumat, 19 April. Serangan menghantam sasaran di kota Isfahan di ibu kota Iran. Sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan Israel melancarkan serangan rudal, meski belum ada konfirmasi resmi dari Israel.

Ancaman perang inilah yang dikhawatirkan publik akan memperluas konstelasi menjadi perang dunia ke 3. Sebab perang itu juga akan mengaktifkan konflik lainya yang sudah dimulai. Empat krisis yang terjadi bersamaan yang dialami di Gaza, Lebanon, Suriah dan Yaman telah memberikan tekanan dan eskalasi politik yang semakin meningkat di kawasan Timur Tengah.

Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie mengatakan melihat konflik di Timur Tengah bukan semata peperangan antara Israel dan Iran lewat proksinya semata, tetapi lebih luas dari itu. Konflik perseteru dua negara yang sudah brlangsung selama 100 tahun itu. Persoalan yang lebih mendasar adalah konflik antara Suni dan Syiah. Meski sekarang geng Suni sudah menjadi agen Syiah juga. Hal ini belum ditambah dengan ikut campurnya Rusia yang mulai mengecam dan siap memberikan kematian kepada Israel. Rusia sepertinya ingin mendorong separatis di sisi barat Turki bergeser ke Persia.

Menurut Connie, konflik bisa menjalar dari Kabul, ke Pegunungan Golan lalu ke Asia raya dan bisa cepat bergeser ke laut Andaman, kemudian bergeser ke laut Cina Selatan-lalu ke laut Kuning. Untuk itu konflik harus segera dihentikan, karena permusuhan 2 negara yang masing masing memiliki kekuatan hebat dan keduanya memiliki sekutu yang kuat. "Kita harus pastikan perdamaian ini harus cepat terwujud," ujarnya .

Menurutnya, jika konflik tidak cepat diredam dikhawatirkan akan banyak negara yang memanfaatkan momentum ini untuk kepentingan mereka. Kedua, mungkin harus diambil pendekatan lain. Pihaknya melihat perang berkelanjutan itu tak terlepas dari akar masalah Sunni-Syiah.

Dampak Nyata dari Konflik Timur Tengah

Apa dampak dari konflik di Timur Tengah? dampak yang sudah pasti terjadi menurut Pakar Timur Tengah, Yon Machmudi adalah terganggunya dunia penerbangan di kawasan itu. Padahal kawasan Timur Tengah dikenal sebagai kawasan yang sangat sibuk untuk dunia penerbangan. Adanya Konflik itu, beberapa negara di Timur Tengah melakukan pembatasan atau penutupan wilayah udara mereka untuk penerbangan komersial maupun penerbangan lain.

Selain gangguan penerbangan juga terjadi gangguan di dunia pelayaran baik di Teluk Hormuz maupun di Teluk Merah hingga Terusan Suez mengalami lonjakan 35 persen menjadi 9,4 miliar dolar AS (sekitar Rp 138,2 triliun).

Yang juga akan mengalami dampak langsung dari konflik ekonomi perdagangan terutama lalu lintas minyak. Beberapa negara di Timur Tengah adalah produsen minyak yang akan terganggu dengan terganggunya perdagangan dan pelayarannya di sekitar kawasan itu. Dari kawasan itu sekitar 13 juta barel per hari minyak didistribusikan ke seluruh dunia. Tak hanya mempengaruhi produsen minyak yang akan terdampak, para pengguna minyak juga akan kena pengaruh, yang artinya juga akan mempengaruhi perekonomian keseluruhan. Sejumlah negara harus mencari alternatif minyak dari kawasan lain selama Timur Tengah bergejolak.

Tak terkecuali ekonomi Indonesia, Kalangan ekonom, memprediksi pertumbuhan ekonomi tanah air akan terganggu. Tekanan terhadap tingkat inflasi dan kurs juga diprediksi meningkat. Ekonom yang juga mantan menteri keuangan Bambang Brodjonegoro menilai, serangan Iran ke Israel berpotensi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Eskalasi konflik kedua negara tersebut dapat berimbas pada perubahan target pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,2 persen menjadi 4,6-4,8 persen.

"Mungkin (pertumbuhan ekonomi) bisa agak terdorong ke bawah, ke 4,6-4,8 persen karena keseimbangan eksternal yang terganggu, ditambah dengan potensi inflasi," ujar Bambang dalam diskusi di acara Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual di Jakarta, Senin 15 April.

Bambang menambahkan, konflik Iran dan Israel dapat menimbulkan potensi peningkatan inflasi Indonesia. Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Inflasi agak sedikit di atas target, terutama karena inflasi harga pangan, terutama beras. Tentunya bergantung pada seberapa jauh harga minyak akan melonjak," ujar Bambang.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji memprediksi harga minyak bisa mencapai 100 dolar AS per barel karena eskalasi konflik di Timur Tengah ini. Sementara ini ICP (Indonesian Crude Oil Price) masih 89,51 dollar AS per barel.

Sementara Ekonom dari Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan dampak konflik di Timur Tengah sudah terlihat di pasar keuangan dari meningkatnya indikator volatilitas dan pelemahan rupiah. Reny menyebut perlu ada bauran kebijakan keuangan untuk mengantisipasi kondisi tidak menentu global. Untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, BI telah melakukan bauran kebijakan. Bauran kebijakan itu antara lain melakukan triple intervention di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pasar obligasi. BI juga menarik dana asing melalui instrumen Sekuritas Rupiah. Serta kebijakan suku bunga acuan yang masih dipertahankan pada level yang tinggi.

Menghadapi situasi di Timur Tengah, menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan telah menyiapkan langkah-langkah antisipatif. Antara lain untuk menjaga kepercayaan pasar atas meningkatnya harga komoditas terutama minyak akibat terganggunya pasokan, kenaikan harga emas sebagai aset safe haven, dan rambatan ke sektor lainnya.

Konflik juga diprediksi akan menimbulkan gangguan pada rantai pasok akibat terhalangnya Terusan Suez, yang akan berdampak meningkatnya biaya kargo. Produk yang terganggu, seperti gandum, minyak, dan komponen alat-alat produksi dari Eropa. Ia juga berjanji akan menyiapkan sejumlah kebijakan strategis untuk memastikan perekonomian nasional tidak terdampak lebih jauh.

Dari sektor Jasa Keuangan dampak Konflik Timur Tengah itu diungkapkan Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Mahendra Siregar. Menurutnya, konflik tersebut akan berdampak pada perdagangan internasional karena dipengaruhi harga minyak dan pergerakan pasar modal Indonesia.

"Secara psikologis mempengaruhi pergerakan pasar, pasar saham, obligasi, nilai tukar." ujarnya kepada wartawan di Istana Negara kemarin. Ia mengaku, terus mencermati sektor jasa keuangan terutama dari segi eksposur pada surat berharga, saham, dan kepemilikan investor berkaitan konflik di Timur Tengah.