Kata Pengamat, Jokowi Peringatkan Anies Lewat Tito soal Penanganan COVID-19
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian datang ke Balai Kota untuk menyampaikan beberapa hal terkait penanganan virus corona atau COVID-19 kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dalam beberapa waktu belakangan, Anies tampak lebih dulu menyampaikan strateginya kepada publik, ketimbang Presiden Joko Widodo dalam penanganan COVID-19.
Usai pertemuan, Tito dan Anies melakukan konferensi pers. Tito menegaskan kepada Anies, DKI Jakarta tak bisa ditetapkan dengan status lockdown atau mengarantina ibu kota negara ini. Sebab, status lockdown hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat.
"Dalam kekarantinaan, (seperti) kesiapan, untuk pembatasan, karantina wilayah dan pembatasan sosial dalam jumlah besar, itu adalah menjadi kewenangan pusat," kata Tito di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Februari.
Dalam upaya karantina yang diatur di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, ada tujuh hal yang harus dipertimbangkan. Mulai dari pertimbangan efektifivitas, tingkat epidemi, ekonomi, sosial, budaya hingga keamanan.
Dengan pertimbangan sebanyak itu, bakal berdampak dengan urusan absolut yakni dampak ekonomi moneter dan fiskal. Sehingga, jika merujuk UU Nomor 23 Tahun 2014, urusan absolut menjadi wewenang presiden sepenuhnya.
"Bapak Presiden sudah menyampaikan, untuk masalah karantina kewilayahan, kepala-kepala daerah harus mengonsultasikan dengan pemerintah pusat dan yang telah ditunjuk oleh beliau adalah Kepala Gugus Tugas Percepatan COVID-19 (Doni Monardo)," tegas Tito.
Anies memang belum melangkah sampai kepada keputusan melakukan lockdown Jakarta. Namun, ada satu kebijakan Anies yang dianggap keliru, yakni mengurangi waktu dan jumlah bus Transjakarta, MRT dan LRT. Hal ini, kata Anies agar mengurangi warga bepergian dari rumah menggunakan transpotasi umum yang memiliki potensi penularan virus corona cukup tinggi.
Dampaknya, situasi halte dan stasiun kalang kabut pada Senin, 16 Maret pagi dan sore, di kala waktu sibuk. masyarakat banyak yang mengeluh karena antrean masuk begitu mengular hingga ke jalanan. Kebijakan yang akhirnya dicabut Anies ini.
Kedatangan Tito ini, memerintahkan Anies untuk tidak membuat penumpukan penumpang karena pembatasan moda transportasi.
"Dalam rangka menerapkan kebijakan social distancing, sehingga di dalam satu bus atau dalam satu LRT dan MRT di gerbong, mestinya jumlah penumpang dikurangi sehingga terjadi jarak. Jangan sampai bertumpuk. Karena begitu betumpuk, maka risiko corona akan begitu tinggi," ungkap dia.
Baca juga:
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai, kedatangan Tito ke Balai Kota sebagai teguran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Salah satunya tegurannya adalah kebijakan pembatasan sistem transportasi antara DKI dan pusat tidak sinkron. Anies membatasi frekuensi transportasi umum, seperti TransJakarta, MRT dan LRT, sementara penanganan moda transportasi yang dikelola pemerintah pusat, yaitu KRL tetap beroperasi normal.
Apalagi, pertemuan Tito dan Anies tampak tak biasa. Umumnya, seorang kepala daerah yang datang ke kantor Kementerian Dalam Negeri ketika akan membahas sesuatu, bukan menteri yang datang ke kantor kepala daerah.
"Jokowi, via Tito, sedang memperingatkan Anies," ungkap Ujang saat dihubungi VOI.
"Yang dilakukan Anies terkait pembatasan transportasi publik sebenarnya sudah oke. Tapi, implementasi di lapangan yang tak jalan. Dampak buruknya tidak diantisipasi, sehingga banyak antrean dan itu merugikan rakyat," tambahnya.