Dasco Heran Hasto Umbar Masalah Internal PDIP ke Publik soal Isu Jokowi Ambil Alih Kursi Ketum

JAKARTA  - Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad merasa heran dengan sikap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang mengumbar masalah internal PDIP ke publik perihal isu Presiden Joko Widodo ingin mengambil alih kursi ketua umum. 

Menurut Dasco, meskipun isu itu benar adanya namun tidak sepatutnya hal itu diumumkan ke publik. 

"Saya juga heran dengan isu seperti itu, karena sebenarnya itu masalah internal parpol yang sebaiknya dibicarakan di internal, dan kemudian tidak diekspose ke publik," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 4 April. 

Kendati demikian, Dasco tak mau ikut campur dengan persoalan yang ada di PDIP. Dia hanya berharap, setiap partai politik di Indonesia bisa melakukan transisi kepemimpinan sesuai mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) parpol masing-masing. 

"Tetapi apapun itu, kita berharap semua parpol yang ada di Indonesia ini baik baik saja dalam melakukan transisi kepemimpinan dengan mekanisme yang sudah diatur dalam AD/ART masing-masing parpol," kata Wakil Ketua DPR itu.  

Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, mengungkapkan Presiden Jokowi sempat berusaha meminta Megawati Soekarnoputri menyerahkan kursi Ketum PDIP. 

Hasto mengatakan, saat itu Jokowi menugaskan salah satu menteri kepercayaannya untuk menghubungi guru besar IPDN, Ryaas Rasyid, agar mau membujuk Megawati.

"Ada seorang menteri, ada super powerful, ada yang powerful. Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi," kata Hasto dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Maret. 

Hasto menyebut, Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Megawati agar kepemimpinan PDIP diserahkan kepada Jokowi. Alasannya, kata Hasto, Jokowi ingin memiliki kendaraan politik jangka panjang.

"Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Ibu Mega, agar kepemimpinan PDIP diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi dalam rangka kendaraan politik untuk 21 tahun ke depan," jelasnya.