Bawaslu Akui Kerap Beda Pendapat dengan Polisi-Jaksa Saat Usut Dugaan Pidana Pemilu
JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mengaku pihaknya seringkali berbeda pendapat dengan pihak kepolisian dan kejaksaan dalam menangani dugaan pelanggaran pidana pemilu.
Khusus penanganan dugaan pelanggaran dan tindak pidana pemilu, Bawaslu membentuk Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) bersama kepolisian dan kejaksan.
"Terkadang ada perbedaan pendapat antara Bawaslu dengan teman-teman polisi dan jaksa. Misalnya dalam beberapa pasal, itu misalnya meningkatkan materinya terbukti, baru kemudian bisa ditindak pidana," kata Bagja dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, 3 April.
Dalam artian, ketika memproses pelanggaran pemilu yang mengarah ke tindak pidana, kepolisian dan kejaksaan akan melakukan penindakan pidana ketika jelas terdapat kejadiannya yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.
"Itu yang kemudian terjadi perbedaan di badan pengawas pemilu. Tapi dalam beberapa hal, kasus tindak pidana juga telah berhasil dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu. Jadi tidak benar bahwa bawaslu itu pilih-pilih," ungkap Bagja.
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan perkara persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), hari ini. Agendanya, pemeriksaan saksi dan bukti dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Baswaslu) selaku pihak termohon.
Baca juga:
Pada persidangan kali ini, KPU menghadirkan satu ahli yakni Prof. Marsudi Wahyu Kisworo. Kemudian, ada dua saksi yakni Yudistira Dwi Wardhana Asnar yang merupakan pengembang Sirekap ITB dan Andre Putra Hermawan selaku Pusdatin KPU.
Sementara untuk Bawaslu disebut menghadirkan satu ahli yakni Prof. Muhammad Alhamid yang merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Hassanudin. Dia juga sempat menjabat sebagai Ketua Bawaslu Periode 2012-2017.
Kemudian, untuk saksi, Bawaslu mengadirkan tujuh orang. Mereka antara lain, Iji Jaelani, Hari Dermanto, Nur Kholiq, Sakhroji, Zacky M Zamzam, Umi Illiyina, dan Bardul Munir. Para saksi itu merupakan tenaga ahli Bawaslu RI serta komisioner Bawaslu provinsi.