Pemerintahan Jokowi yang Dianggap Tak Serius Tangani COVID-19
JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus mendapat sorotan, karena dianggap tak serius dalam menangani penyebaran COVID-19 di Indonesia. Menurut kajian yang ditulis oleh Lokataru Foundation, Presiden Joko Widodo bersama para menterinya dianggap tak serius dalam mengkomunikasikan upaya pencegahan dan mitigasi virus tersebut pada masyarakat.
Kajian yang disusun Lokataru Foundation pada bulan Maret ini mencatat alih-alih membuka informasi secara lebar dan melaksanakan sosialisasi secara intensif, pemerintah malah memberikan komentar dan membuat kebijakan yang tidak tentu.
"Yang terjadi adalah rangkaian kekonyolan yang dapat disaksikan di kutipan komentar maupun kebijakan yang diambil pemerintah. Implikasinya tidak main-main. Pemerintah bisa dibilang gagal memenuhi hak warga atas kesehatan sebagaimana diamanatkan Pasal 28H UUD 1945," tulis Lokataru dalam kajian yang dibuat oleh Fian Alaydrus seperti kami kutip pada Minggu, 15 Maret
Kajian ini juga mencatat, begitu banyak kebijakan maupun komentar yang kontraproduktif dari pemerintah berkaitan dengan penyebaran virus dari Kota Wuhan, China, tersebut.
Baca juga:
Ada 10 komentar kurang menyenangkan yang dinilai lokataru tidak paham akan situasi terkini. Salah satu di antaranya, ketika Presiden Jokowi memberikan diskon hotel dan pesawat sejak 1 Maret 2020 untuk pemulihan sektor wisata.
Kemudian komentar Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat menyebut doa qunut ulama berperan menjaga Indonesia dari virus COVID-19. Kemudian saat Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan COVID-19 tak ditemukan di Indonesia berkat doa serta membantah riset dari Harvard yang memprediksi jika virus itu sudah masuk ke Indonesia.
"Komentar-komentar ini dikeluarkan di saat-saat genting di mana waktu yang dihabiskan untuk mengeluarkan respon ini semestinya bisa dialokasikan untuk upaya mitigasi corona sedini mungkin," ungkap mereka.
Lokataru Foundation bahkan menyebut, berbagai respon pemerintah Indonesia dalam menghadapi ancaman COVID-19 sangat berbeda dengan negara tetangga, yaitu Singapura. Di negara tersebut, Presiden Halimah Yacob bahkan sukarela untuk memotong gajinya untuk petugas medis atau tenaga kesehatan dan menginstruksikan agar jajaran kementeriannya juga melakukan hal tersebut.
Selain Singapura, lembaga ini juga mencatat, Vietnam telah berhasil menyembuhkan seluruh pasien yang mengidap virus tersebut. Caranya, pemerintah Vietnam mengharuskan seluruh penduduknya tinggal dalam isolasi selama 20 hari dan para petugas kesehatan harus mengikuti protokol kesehatan yang ada.
Terakhir, Lokataru juga membandingkannya dengan negara Korea Selatan. Di negara ini, khususnya di Kota Gouyang, prosedur pemeriksaan dilakukan secara cepat dengan menyediakan drive-thru. Sehingga mereka yang ingin diperiksa bisa segera melakukannya tanpa harus turun dari mobil.
Sehingga berkaca dari hal tersebut, lembaga ini kemudian mengingatkan agar pemerintahan Presiden Jokowi bisa segera memaksimalkan upaya pencegahan dan juga mitigasi. Selain itu, mereka juga berharap agar ada keterbukaan informasi terkait penanganan virus tersebut.
Tak hanya soal keterbukaan informasi, Kementerian Kesehatan diharapkan mampu segera menyiapkan fasilitas kesehatan dan alat kesehatan di seluruh wilayah di Indonesia. Sebab, Lokataru mencatat banyak rumah sakit yang alat kesehatannya masih minim.
"Ada juga kejadian rumah sakit rujukan RSPI Sulianti Saroso, Jakarta harus merujuk pasien yang diduga mengidap gejala virus corona ke rumah sakit lain dikarenakan penuhnya ruang isolasi rumah sakit tersebut. Keterbatasan ruang isolasii di sebuah rumah sakit tentu menyebabkan terhambatnya hak atas kesehatan warga dan mengancam nyawa warga itu sendiri."
Meski dianggap lamban dalam mengambil keputusan terkait penyebaran COVID-19 di Indonesia, melalui pidatonya, Presiden Joko Widodo menyebut jika pemerintah pusat Indonesia terus berkomunikasi dengan WHO dan menjalankan protokolnya secara penuh. Selain itu, menurut Jokowi, pemerintah terus melakukan konsultasi dengan ahli kesehatan masyarakat untuk menangani virus ini.
Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyatakan sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
"Gugus tugas ini bekerja secara efektif dengan mensinergikan kekuatan nasional baik di pusat maupun di daerah, melibatkan ASN, TNI, dan Polri, serta melibatkan dukungan dari swasta, lembaga sosial dan perguruan tinggi," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu, 15 Maret.
Belum lakukan lockdown
Meski sebagian publik mendesak diberlakukannya lockdown untuk mencegah penyebaran virus, namun, Presiden Jokowi justru belum sepakat mengambil opsi tersebut. Sebab, dalam keterangan resminya, Jokowi hanya mengatakan memang ada negara yang mengambil opsi lockdown dan ada yang tidak.
"Beberapa negara melakukan lockdown dengan segala konsekuensi yang menyertainya. Tetapi ada juga negara yang tidak melakuakn lockdown namun langkah dan kebijakan yang ketat," ungkap dia.
Sebagai alternatif lockdown, Jokowi memberikan izin bagi tiap pemimpin daerah menetapkan level kedaruratan penyebaran COVID-19. Pemerintah daerah, kata Jokowi, diizinkan menentukan status siaga darurat ataupun tanggap darurat bencana non-alam setelah melakukan koordinasi dengan BNPB.
Pemerintah daerah juga diminta meningkatkan pelayanan pengetesan infeksi COVID-19 dan pengobatan secara maksimal dengan memanfaatkan kemampuan rumah sakit di daerah dan bekerja sama dengan rumah sakit swasta serta lembaga riset dan pendidikan tinggi yang direkomendasikan oleh Kemenkes.
Mereka juga diminta untuk membuat kebijakan tentang proses belajar dari rumah bagi pelajar dan mahasiswa, membuat kebijakan agar sebagai aparatur sipil negara (ASN) bisa bekerja di rumah dan memanfaatkan interaksi online agar pelayanan kepada masyarakat tetap prima, dan menunda kegiatan yang melibatkan banyak peserta.
Untuk ketersediaan bahan pokok, Jokowi menegaskan, pemerintah telah memastikan bahan kebutuhan pokok saat ini cukup dan memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sementara bagi masyarakat, Jokowi mengingatkan agar tidak panik dan tetap produktif dengan tetap waspada terhadap penyebaran COVID-19. Namun tetap membatasi pergerakannya agar tak terjadi penyebaran virus tersebut.
"Dengan kondisi ini, saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah dari rumah. Inilah saatnya bekerja bersama, saling tolong menolong dan bersatu padu, gotong royong. Kita ingin ini menjadi sebuah gerakan masyarakat agar masalah COVID-19 ini bisa tertangani dengan maksimal."