Mangkir Panggilan Pemeriksaan Kasus SYL, KPK Ultimatum Pengusaha Hanan Supangkat
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum pengusaha Hanan Supangkat memenuhi panggilan ulang yang akan segera dilakukan sebagai saksi kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Hanan harusnya diperiksa pada Rabu, 20 Maret. Tapi, ia tak memenuhi panggilan penyidik tanpa alasan yang jelas.
“Tim penyidik segera menjadwalkan ulang dan KPK ingatkan untuk kooperatif hadir,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, 22 Maret.
Peringatan ini juga disampaikan Ali karena Hanan sebenarnya dipanggil pada 12 Maret lalu. Hanya saja, ia ketika itu tidak hadir karena mengaku sakit dan sedang dirawat di rumah sakit.
Adapun dalam pemeriksaan ini, penyidik bakal minta keterangan terkait beberapa hal. Di antaranya adalah soal temuan uang Rp15 miliar di rumahnya saat upaya paksa penggeledahan dilakukan.
Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK menemukan uang belasan miliar rupiah di rumah Hanan yang merupakan bos PT Mulia Knitting Factory sekaligus mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI) saat melakukan penggeledahan pada Rabu, 6 Maret.
Kemudian, ada juga beberapa dokumen yang berkaitan dengan kasus pencucian uang Syahrul ketika itu.
Hanan juga sudah pernah diperiksa oleh penyidik sebagai saksi pada Jumat, 1 Maret. Ketika itu, dia didalami soal komunikasi yang dilakukan dengan Syahrul Yasin Limpo dan proyek di Kementan.
Proses ini dilakukan setelah komisi antirasuah mengembangkan kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Syahrul Yasin Limpo. Dugaan tersebut sekarang sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Baca juga:
Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi, Syahrul didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44,5 miliar dalam periode 2020-2023. Perbuatan ini dilakukannya bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
Uang ini kemudian digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Kemudian, ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 M sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.