Perbedaan Awal Puasa Ramadan Versi Pemerintah, Muhammadiyah dan NU, Wapres Minta Masyarakat Anggap Wajar

JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meminta masyarakat bersikap saling mengerti dan legawa menyikapi perbedaan penetapan 1 Ramadan 1445 Hijriah atau awal puasa.

Menurut Ma’ruf, perbedaan penetapan awal bulan puasa Ramadan oleh pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), maupun Muhammadiyah adalah sesuatu yang wajar dan seringkali terjadi.

“Oleh karena itu sikap yang harus kita bangun adalah saling pengertian dan legawa untuk bisa berbeda. Dan itu sudah lama kita berbeda, jadi masing-masing saja (menjalankan ibadahnya),” kata Wapres usai menghadiri Peresmian dan Festival Kemandirian Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas Tahun 2024 yang dilaksanakan di Ponpes Daarul Archam Rajeg, Tangerang, Banten, Kamis 7 Maret, disitat Antara.

Wapres menjelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena dalam melihat keberadaan hilal terdapat beberapa kriteria yang digunakan dan mungkin diinterpretasikan berbeda oleh setiap anggota sidang.

“Setiap ada tinggi hilal di bawah 2 derajat, pasti akan terjadi perbedaan karena ada perbedaan kriteria. Pemerintah, NU, dan berbagai ormas itu menganggap bahwa harus tingginya imkan rukyah—bisa dirukyah minimal 2 derajat. Sementara Muhammadiyah itu melihatnya asal wujud saja, jadi walaupun (tinggi hilal) kurang dari 2 derajat bagi Muhammadiyah itu sudah masuk (Ramadan),” kata Ma’ruf.

Menutup keterangan persnya, Wapres mengimbau masyarakat agar tetap beribadah dengan sungguh-sungguh dan nantinya merayakan hari kemenangan mengikuti jadwal penetapan yang dipilihnya.

“Pokoknya yang (puasanya) ikut pemerintah, Lebarannya ikut pemerintah. Kalau puasanya ikut Muhammadiyah, Lebarannya ikut Muhammadiyah. Jangan waktu puasa ikut pemerintah lebih belakang, giliran Lebaran ikut yang lebih dahulu, itu tidak betul,” tuturnya.

Kementerian Agama akan menyelenggarakan sidang isbat untuk penentuan awal bulan Ramadan 1445 Hijriyah pada Minggu, 10 Maret 2024.