Rupiah Diprediksi Lesu Imbas Tekanan Geopolitik hingga Perlambatan Ekonomi

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa 5 Maret 2024 diperkirakan akan kembali bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Senin 4 Maret, Kurs rupiah spot di tutup turun 0,24 persen Rp15.742 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,17 persen ke level harga Rp15.723 per dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan data PCE menempatkan meningkatnya ketegangan geopolitik akibat konflik Israel-Hamas dan serangan Houthi terhadap pelayaran Laut Merah membuat kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global akan meredup.

"Kelompok Houthi Yaman yang didukung Iran bersumpah pada hari Minggu untuk terus menargetkan kapal-kapal Inggris di Teluk Aden setelah tenggelamnya kapal milik Inggris Rubymar," ucapnya dalam keteranganya dikutip Selasa 5 Maret.

Kemudian, data sentimen konsumen yang lebih lemah dari perkiraan dan data indeks harga PCE yang sejalan memicu anggapan ini selama seminggu terakhir.

Spekulasi mengenai suku bunga menempatkan kesaksian Ketua Fed Jerome Powell yang akan datang menjadi fokus utama, di mana para analis memperkirakan dia akan menegaskan kembali bahwa suku bunga akan tetap bertahan dalam jangka pendek.

Fokus minggu ini juga tertuju pada data nonfarm payrolls untuk bulan Februari, yang akan dirilis pada hari Jumat, mengingat kekuatan pasar tenaga kerja juga merupakan salah satu pertimbangan utama The Fed untuk menyesuaikan suku bunga.

Selain itu, para pedagang menghindari taruhan besar menjelang Kongres Rakyat Nasional tahun 2024. Beijing diperkirakan akan meluncurkan lebih banyak langkah stimulus untuk mendukung pemulihan ekonomi yang melambat, terutama ketika negara tersebut bergulat dengan krisis pasar properti dan tren deflasi yang memburuk.

Dari sisi internal, Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Februari menyentuh skor 52,7, turun dari 52,9 pada Januari. Meski begitu, PMI Manufaktur tersebut masih tergolong ekspansif.

Berdasarkan indeks S&P Global, skor PMI Manufaktur itu didukung produksi manufaktur yang cenderung naik pada Februari. Selain itu, tingkat pertumbuhan juga cenderung solid, meski mengalami penurunan dari Januari.

Berdasarkan rilis S&P, kenaikan itu didorong oleh jumlah pekerjaan baru yang masuk semakin besar, serta perbaikan kondi permintaan. Hal inipun merangsang permintaan baru yang naik selama sembilan bulan berturut-turut.

Sebaliknya, permintaan asing terhadap produk manufaktur justru mengalami stagnasi. S&P menungkap sebagian besar stok di beberapa konsumen negara tujuan ekspor masih cukup melimpah, sehingga tidak mendorong pesanan baru.

Data PMI bulan Februari mencerimnkan manufaktur Indonesia meningkat sejak awal tahun. Permintaan domestik yang solid memang mendukung pertumbuhan, tetapi permintaan asing yang mengalami stagnasi pada Februari harus selalu dicermati.

Meski belum berdampak langsung terhadap kenaikan harga keluaran di atas rata-rata, mengalihkan beban biaya secara terus-menerus bisa memicu kenaikan signifikan pada biaya bulan-bulan mendatang yang berakibat terhadap pertumbuhan permintaan.

Secara umum, sentiment di antara perusahaan manufaktur Indonesia pada Februari membaik, sejalan dengan indicator-indikator yang mengarah pada masa depan seperti peanan baru, menunjukkan bahwa keluaran akan terus berkembang dalam jangka pendek.

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah pada perdagangan Selasa 5 Maret dalam rentang harga Rp15.730 - Rp15.790 per dolar AS.