Izin Investasi Industri Miras, DPR Pertanyakan Revolusi Mental
JAKARTA - Kebijakan pemerintah membuka izin investasi bagi industri minuman keras (miras) banyak menuai kecaman. Pemerintah menyebut kebijakan yang tertuang dalam Perpres Nomor 10 tahun 2021 itu bertujuan meningkatkan daya saing investasi dan mendorong bidang usaha prioritas.
Anggota Komisi I DPR RI Syarief Hasan menyayangkan kebijakan pemerintah yang memerbolehkan industri miras dijual secara terbuka lantaran berpotensi menimbulkan banyak persoalan baru di masyarakat, baik sosial, budaya, hingga kesehatan.
Apalagi kata dia, dalam aturan baru tersebut, salah satu dari empat klasifikasi miras yang masuk dalam daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu adalah perdagangan eceran kaki lima. Ia khawatir, peredaran miras atau alkohol secara bebas ini akan berbahaya dampaknya ke masyarakat.
"Rusak karakter bangsa. Pemerintah yang gencar menggembar-gemborkan revolusi mental, malah mengambil kebijakan yang kontradiksi dengan gerakan ini," ujar Syarief Hasan dalam keterangannya kepada VOI, Sabtu, 27 Februari.
Wakil Ketua MPR RI bahkan menyebut, Pancasila dan UUD 1945 sebagai panduan bernegara kini tidak lagi dijadikan pedoman pemerintah dalam mengambil kebijakan.
"Dengan kehadiran kebijakan ini, kita seperti bangsa yang telah kehilangan arah dan pegangan dalam mengelola negara yang penuh dengan nilai-nilai luhur. Dan Pancasila yaitu Ke Tuhanan Yang Maha Esa," sesal Syarief.
Karenanya, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mendesak Pemerintah untuk meninjau kembali Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut. Khususnya pada bagian industri miras agar kembali dijadikan sebagai usaha tertutup seperti aturan sebelumnya.
"Pemerintah harus mempertimbangkan nilai luhur dan karakter bangsa dan pengamalan Pancasila di atas pertimbangan-pertimbangan ekonomi yang semu," tegas legislator dapil Jawa Barat itu.
Baca juga:
Diketahui, pemerintah telah mengesahkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini. Industri minuman keras ini diketahui sebelumnya masuk dalam kategori bidang usaha yang tertutup.
Pengesahan tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Akan tetapi, pengesahan untuk berinvestasi di industri ini merupakan penanaman modal baru. Investasi ini pun hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.