Vaksinasi COVID-19 Tahanan KPK Juliari Batubara dkk yang Dikritik
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi sorotan karena tahanan, termasuk mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mendapatkan vaksinasi COVID-19.
Banyak pihak yang mempertanyakan alasan para tersangka/terdakwa korupsi mendapatkan vaksin karena penyuntikan ini lebih dibutuhkan tahanan yang berada di rutan dengan kondisi melebihi kapasitas.
KPK menggelar kegiatan vaksinasi massal selama lima hari, terhitung sejak Kamis 18 Februari hingga 23 Februari dan menyasar semua pihak, termasuk tahanan yang ada di rumah tahanan (rutan).
Kritikan pun datang dari berbagai kalangan. Direktur Indonesia Choice for Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai, pemberian vaksinasi COVID-19 harusnya diprioritaskan kepada petugas, tahanan, maupun warga binaan di rutan atau lembaga permasyarakatan (lapas) yang overkapasitas.
"Seharusnya prioritas vaksinasi diberikan kepada petugas, tahanan dan WBP di rutan dan lapas yang overcrowding," kata Erasmus dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 26 Februari.
Menurutnya, kondisi rutan dan lapas yang kelebihan kapasitas harusnya jadi masalah yang diperhatikan pemerintah di tengah pandemi. Sebab, para penghuni dan petugas tentunya tak akan bisa menerapkan protokol kesehatan.
Hal ini juga dikuatkan data milik ICJR. Kata Erasmus, sampai dengan 18 Januari lalu telah terjadi 1.855 infeksi COVID-19 di 46 UPT Pemasyarakatan Rutan seluruh Indonesia yang terdiri dari 1.590 orang WBP, 122 petugas rutan/lapas, 143 orang tidak diketahui WBP atau petugas terinfeksi COVID 19.
Dari data ini juga diketahui ada 4 warga binaan yang meninggal dunia akibat COVID-19.
Erasmus menyebut kebijakan vaksinasi untuk penghuni lapas dan rutan di Indonesia sebenarnya sudah diatur pemerintah melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan (PAS) yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) PAS-UM.01.01-01 tentang Persiapan Pelaksana Vaksin Covid-19 pada WBS pada Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Namun, dalan surat itu Dirjen PAS hanya memerintahkan Kepala Divisi Pemasyarakatan untuk berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi tentang kebutuhan dan rencana pemberian Vaksin COVID-19 bagi Petugas di jajaran Pemasyarakatan.
"Selebihnya masih dalam tahapan koordinasi dan sosialisasi yang belum menyentuh inti permasalahan. Dari kebijakan ini, terlihat bahwa rencana pemberian vaksin COVID-19 bagi petugas dan WBP di rutan dan lapas belum jelas," tegasnya.
Dengan kondisi ini ICJR mendesak pemerintah untuk lebih memprioritaskan petugas rutan dan lembaga permasyarakat, serta tahanan. "Pembiaran akan berujung pada pelanggaran hak asasi manusia, utamanya dalam kondisi overcrowding dan penularan di rutan dan lapas yang sudah sangat berbahaya," ungkap Erasmus.
"Pembedaan yang terjadi dengan tahanan KPK juga merupakan tindakan diskriminatif oleh pemerintah," imbuhnya.
Urgensi pemberian kepada Juliari dan tahanan KPK juga dipertanyakan oleh mantan Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala. Apalagi, saat ini tahapan vaksinasi yang jadi prioritas pemerintah belum rampung dikerjakan.
"Tidak berlebihan kiranya diajukan pertanyaan apa urgensinya mendahulukan para tahanan tersebut? Walaupun tidak terlalu relevan namun kenyataan bahwa tahanan tersebut adalah pejabat tinggi atau pengusaha yang kaya dan telah menyalahgunakan jabatannya bisa menjadikan publik semakin sensitif," kata Adrianus dalam keterangan tertulisnya.
Jika alasan pemberian vaksin ini agar para tahanan KPK tidak tertular COVID-19, maka puluhan ribu tahanan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan di ribuan lokasi di seluruh Indonesia juga harus mendapat vaksin yang sama. Sebab, mereka juga punya status hukum yang sama dengan para tersangka korupsi yang ditahan di Rutan KPK.
Selain itu, dia juga menilai jauh lebih penting untuk memvaksin 250 ribu narapidana yang ada di lembaga permasyarakatan (lapas) yang kelebihan kapasitas. Alasannya, jika ada seorang saja yang tertular COVID-19 maka klaster penularan bisa terjadi dalam skala besar.
Karenanya tindakan pemberian vaksin terhadap tahanan KPK dinilai membuat kesan pemerintah memang lebih memperhatikan pelanggar hukum kelas atas seperti para koruptor. Padahal orang-orang yang taat hukum, masyarakat umum kini sabar menunggu giliran mereka untuk divaksin.
"Tindakan memvaksin tahanan KPK memberikan kesan bahwa jauh lebih penting memberikan perhatian kepada pelanggar hukum kelas elite tersebut ketimbang mendahulukan puluhan juta orang yang taat hukum (law abiding people), yang kini tengah sabar menanti antrean vaksin," ungkapnya.
Baca juga:
- Satpam BRI Makassar yang Dibentak-bentak Anggota LSM karena Aturan Prokes Diberi Penghargaan Polri
- Polisi Masuk ke Kos Tanah Abang yang Diteriaki Maling Ternyata Pecatan Kasus Narkoba
- Polisi Paksa Masuk ke Kos Tanah Abang hingga Diteriaki Maling, Polda Tegaskan Persoalan Keluarga
- Dari Kasus Polisi Mabuk Bripka CS Tembaki 4 Orang, Terungkaplah Pelanggaran Prokes RM Cafe
Divaksin karena dianggap kelompok rentan
Berbagai kritikan ini dijawab oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Lembaganya memang memutuskan tahanan menerima vaksin karena termasuk ke dalam kelompok rentan tertular dan menularkan vaksin.
Tahanan, sambung dia, masuk ke dalam kelompok rentan karena kerap berhubungan dengan berbagai pihak mulai dari petugas rutan, penyidik, keluarga tahanan, kuasa hukum, dan pihak terkait lainnya. Sehingga, untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 para tahanan korupsi di Rutan KPK, vaksinasi perlu untuk dilakukan secara segera.
Apalagi, hingga saat ini penularan virus ini di rumah tahanan begitu tinggi. Terdapat 20 orang atau 31 persen dari 64 tahanan yang dinyatakan tertular COVID-19.
"Dan bahkan ada pegawai sampai meninggal dunia," kata Firli dalam keterangan tertulisnya.
Berkaca dari data tersebut, maka vaksinasi di lingkungan KPK dilakukan secara menyeluruh mulai dari petugas kantin, petugas kebersihan, jurnalis, tahanan, dan seluruh pegawai termasuk pimpinan dan dewan pengawas.
"KPK memandang penting melakukan vaksinasi tahanan karena beraktivitas dan berinteraksi dengan pegawai KPK dan pihak lainnya. Hal itu juga untuk memberikan perlindungan kepada pihak-pihak tersebut," ungkapnya.
Firli juga mengatakan kesehatan tahanan juga menjadi hal yang penting. Hal ini demi menunjang proses penanganan dan persidangan perkara yang sedang berjalan.
"Kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia, demikian halnya bagi seorang tahanan. Dalam Pandemi COVID-19 negara bertanggungjawab melalui program vaksinasi," ujarnya.
Sedangkan, Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 menyebut pemberian vaksinasi terhadap para tahanan KPK di rutan tentunya sudah melalui berbagai pertimbangan.
"Pelaksanaan vaksin di KPK diberikan untuk orang-orang yang dalam kesehariannya bertugas dan berada di lingkungan KPK. Penetapan ini sudah melalui pertimbangan berbasis data," kata Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden.
Wiku memaparkan, Satgas COVID-19 telah mencatat saat ini sudah ada sekitar 100 kasus positif yang berasal dari klaster KPK. Untuk menjamin kesehatan semua pihak yang ada di lingkungan lembaga tersebut diputuskan menerima vaksin.
"(Pemberian, red) vaksinasi menggunakan pertimbangan yang presisi, dan menjunjung aspek keadilan," tegasnya.
Wiku juga mengingatkan kepada seluruh pihak yang masuk dalam kelompok prioritas untuk menggunakan haknya secara bertanggung jawab. "Kami imbau untuk penerima prioritas untuk menggunakan haknya secara bertanggung jawab sesuai dengan pertimbangan medis dan aspek lainnya," pungkasnya.