Majelis Syuro PKS Nilai Anggapan Hak Angket Hanya Gertak Politik Tidak Proporsional

JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid merespons pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie yang menyebut hak angket dugaan kecurangan pemilu hanya gertak politik semata.

Hidayat menilai, anggapan tersebut tidak proporsional karena merupakan bagian dari hak politik anggota DPR RI. 

"Ada yang mewacanakan hak angket itu hanya gertakan politik, dan diajukan oleh pihak yang kalah. Itu jelas tidak benar dan tidak proporsional, karena hak angket adalah hak politik yang konstitusional dimiliki oleh DPR," ujar Hidayat di Jakarta, Jumat, 23 Februari. 

Menurut Wakil Ketua MPR itu, hak angket tetap bisa digunakan oleh seluruh fraksi di DPR dengan ada atau tidak pemenang Pemilu 2024. Hak angket, kata Hidayat, bisa dipakai berdasarkan perhitungan suara sementara, tanpa menunggu hasil final.

"Jadi seandainya pun hanya didasarkan pada penghitungan sementara, hak angket ini tetap konstitusional dimiliki oleh DPR, sekalipun pengusul awalnya agar DPR membuat hak angket adalah capres yang diusung parpol terbesar di DPR, pemenang pemilu legislatif, yakni PDIP. Toh nanti yang akan mengajukan tetap anggota Fraksi-Fraksi di DPR," jelasnya.

Hidayat menuturkan, tidak ada halangan bagi anggota dewan untuk menggunakan hak angketnya. Dengan syarat, hak angket diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR yang berasal lebih dari satu fraksi di DPR.

"Selama syarat itu terpenuhi, tidak ada halangan hak angket itu digunakan dan tidak ada hak konstitusional siapa pun, apalagi pihak di luar DPR, untuk membuat gaduh dengan mem-framing negatif dan menolak hak angket oleh DPR,” pungkasnya. 

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, sebelumnya, menilai usul capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, soal hak angket dugaan kecurangan Pilpres 2024 waktunya tak cukup untuk direalisasikan. Jimly menilai usul hak angket sekadar gertak politik.

"Hak angket itu kan hak, interpelasi hak angket, penyelidikan, ya waktu kita 8 bulan ini sudah nggak sempat lagi ini cuma gertak-gertak politik saja," kata Jimly usai rapat pimpinan Dewan Pertimbangan MUI di gedung MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Februari.