Israel Siapkan Langkah Tutup Kantor Televisi Al Jazeera
JAKARTA - Menteri Komunikasi Israel Shlomo Karhi mengatakan pemerintah telah menyiapkan “prosedur yang diperlukan” untuk menutup televisi Al Jazeera yang didanai Qatar.
Hal tersebut terjadi dalam sesi yang diadakan oleh Komite Keamanan Nasional di Knesset (parlemen Israel) untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) yang memungkinkan Karhi “memerintahkan penutupan media jika dianggap merugikan keamanan nasional.”
“Kami menyiapkan prosedur yang diperlukan untuk penutupan Al Jazeera. Ada masalah lain yang mungkin perlu kita selesaikan,” katanya dilansir ANTARA dari Anadolu, Kamis, 22 Februari.
RUU tersebut disetujui oleh pemerintah pada 12 Februari dan lolos pembahasan pertama di Knesset.
Berdasarkan RUU tersebut, menteri komunikasi akan diberi kewenangan untuk menutup jaringan asing yang beroperasi di Israel, dan menyita peralatan mereka jika menteri pertahanan mengidentifikasi bahwa siaran mereka menimbulkan bahaya nyata bagi keamanan negara.
Baca juga:
- KPU Respons Penolakan Sirekap: UU Pemilu Atur Hasil Hitung Suara Berdasarkan Rekapitulasi Manual Berjenjang
- Diusulkan Ganjar Usut Kecurangan Pilpres, Habiburokhman Sebut Hak Angket Tak pernah Berhasil Lolos
- Mahfud MD Pertanyakan Audit Sirekap: Masih Tak Karuan
- Mahfud MD Titip 3 Hal ke Menko Polhukam Hadi Tjahjanto
Karhi sebelumnya menuduh saluran berita asal Qatar tersebut bekerja untuk melawan kepentingan pertahanan Israel, dan memicu sentimen anti-Israel.
“Kami berhasil mengubah peraturan darurat dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan kami menerapkannya – kami menutup [saluran Lebanon] Al Mayadeen,” demikian pernyataan Knesset mengutip ucapan Kahri.
“Media-media ini menghasut untuk melawan Israel, dan merupakan saluran yang mencekoki warga Arab Israel dan mereka yang berada di Otoritas Palestina,” ujar dia menambahkan.
Al Jazeera memiliki kantor di Israel dan tim koresponden yang bekerja sepanjang tahun, termasuk meliput perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 29.300 orang sejak 7 Oktober.