Pedagang Sudah Menyetop Menjual ke Ritel Modern Jadi Penyebab Langkanya Beras di Indomaret, Alfamart, dkk

JAKARTA - Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengungkapkan penyebab langkanya beras di ritel-ritel modern. Dia menilai, langkanya beras disebabkan karena para pedagang beras sudah menyetop pasokan beras ke ritel-ritel modern.

Menurut Khudori, ketika pedagang memasok berasnya ke ritel-ritel modern, nantinya langsung dihadapkan dengan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah sejak 2017 silam.

"Pedagang dan penggilingan padi tidak lagi memasok ke ritel-ritel modern karena merugi. Pengelola ritel modern tidak berani melanggar HET. Jika pedagang dan penggilingan tetap ingin menjual produknya, rata-rata pengelola ritel meminta/membeli harga di bawah HET Rp13.900/kg agar tidak merugi. Kalau peritel modern ambil untung Rp200/kg berarti terima dari pedagang atau penggilingan Rp13.700/kg," ujar Khudori kepada VOI, Kamis, 22 Februari.

Dia menyebut, apabila pengusaha ritel ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar, maka harga beras dari pedagang atau penggilingan harus lebih rendah lagi.

"(Hal ini menyebabkan) kerugian pedagang/penggilingan lebih besar lagi," katanya.

Menurut Khudori, kini pedagang dan penggilingan lebih memilih memasok beras ke pasar-pasar tradisional. Pasalnya, kata dia, di pasar tersebut kebijakan soal HET tak pernah dipatuhi.

"Ketimbang merugi, pedagang dan penggilingan saat ini lebih banyak menjual beras di pasar tradisional, karena di pasar tradisional sejak ada HET, beleid itu tak pernah dipatuhi," ucapnya.

Oleh karena itu, Khudori menyarankan pemerintah agar segera menimbang ulang soal kebijakan HET beras. Sehingga, tak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat dari langka dan tingginya harga beras.

"Oleh karena itu, penting buat pemerintah lewat Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menimbang ulang HET beras. Kebijakan yang sudah berlaku sejak September 2017 itu perlu dievaluasi efektivitasnya di pasar seperti apa. Termasuk, dampaknya pada industri perberasan secara keseluruhan," ungkap Khudori.

"Dalam waktu yang sama, tidak ada salahnya buat Bapanas menghitung ulang biaya produksi padi. Jangan-jangan harga gabah yang tinggi dan terus naik itu lantaran struktur ongkos produksi memang sudah berubah," imbuhnya.