PSHK UII Sarankan Ketua KPU Mundur

JAKARTA – Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) menyarankan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengundurkan diri setelah dijatuhi sanksi peringatan keras oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

Seperti diketahui, DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua dan enam anggota KPU setelah mereka terbukti melanggar kode etik terhadap proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) 2024.

Dalam keterangan tertulisnya, Kamis 8 Februari, peneliti PSHK FH UII, Muhammad Addi Fauzai menilai, meskipun masalah itu masuk ranah malaadministrasi, namun Hasyim Asy'ari telah berulang kali melanggar etik sehingga disanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.

Selain itu, Addi menganggap bahwa keputusan DKPP dalam memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari sangat kompromistis dan mengabaikan prinsip keadilan pemilu. Hal itu karena vonis yang dijatuhkan tidak sesuai dengan ketentuan sanksi Pasal 22 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Menurut dia, Peraturan DKPP hanya mengatur mengenai tiga jenis sanksi, yakni teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap. “Apalagi terdapat fakta bahwa Ketua KPU telah dijatuhi paling tidak tiga kali sanksi peringatan keras,” imbuhnya.

Addi menegaskan, pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu berimplikasi menurunkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap proses pelaksanaan Pemilu 2024 yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil.

“Karena itu, ketua KPU RI sudah selayaknya mundur demi mengembalikan kepercayaan masyarakat akan penyelenggara pemilu yang jujur dan adil. Seluruh anggota KPU juga harus berbenah dan fokus dalam menyelenggarakan pemilu yang berintegritas. Terpenting, DKPP dalam memutus setiap dugaan pelanggaran etik mestinya berlandaskan pada hukum formil yang telah ditetapkan oleh DKPP sendiri sehingga tidak melahirkan putusan kompromistis yang mengabaikan prinsip keadilan pemilu,” tutup Addi.