Jokowi di Demo: Mahasiswa Bakar Ban dan Lempar Botol ke Aparat
JAKARTA - Sekelompok mahasiswa yang menggelar aksi di perempatan Harmoni, belakang Istana Presiden RI, Jakarta Pusat, mulai membakar ban pada Rabu, 7 Februari sore. Mereka mulai membakar ban bekas sekitar pukul 18.15 WIB.
Asap hitam terus mengepul ke udara. Sebuah lemparan botol air mineral juga diluncurkan dari kelompok mahasiswa ke barisan aparat kepolisian yang melakukan penjagaan ketat. Seolah tidak terprovokasi, aparat kepolisian tetap melakukan penjagaan.
"Aksi tertib," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro saat dikonfirmasi VOI, Rabu, 7 Februari, sore.
Meski kelompok mahasiswa telah membakar ban bekas, salah satu orator aksi tetap menyampaikan aspirasi tuntutan menggunakan alat pengeras suara dari atas mobil komando.
Sementara sejumlah mobil pemadam kebakaran juga telah dikerahkan di samping Jalan Istana Presiden arah perempatan Harmoni.
Dari pantauan VOI di lokasi, aksi ini masih berlangsung kondusif. Namun aparat kepolisian telah menyiapkan spanduk imbauan peringatan untuk massa agar segera membubarkan aksi mereka.
Ratusan mahasiswa menggelar aksi demo lanjutan di perempatan Harmoni, Jakarta Pusat pada Rabu, 7 Februari, sore. Mereka membawa bendera dan satu unit mobil komando dan menggelar aksi di belakan Istana Presiden RI pada pukul 17.54 WIB.
Baca juga:
- Tiga Operator Judi Online Ditangkap di Dalam Pesawat AirAsia Tujuan Malaysia
- Jakarta Hujan Deras, Jalan DI Panjaitan Jaktim Terendam Banjir 50 Cm
- Satu Keluarga Tewas dalam Kebakaran di Cakung, Kerugian Ditaksir Rp1 M
- Pelaku Penembakan di Colomadu Karanganyar Ditangkap, 1 Orang Eksekutor 2 Orang Penganiaya
Koordinator Pusat SEMA PTKIN, Mustofa mengatakan, massa aksi mahasiswa gabungan yang turun ke jalan dari Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI) Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (SEMA PTKIN), dan Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia (AM HTN-SI).
"Kami menganugerahkan Presiden Jokowi sebagai Bapak Pembangunan Politik Dinasti karena telah berhasil membangun praktik politik nepotisme dengan memanfaatkan struktur dan perangkat kenegaraan yang ada," kata Mustofa dalam keterangannya yang diterima VOI, Rabu, 7 Februari, sore.
Penganugerahan tersebut bisa, sambungnya, dapat dicabut jika Presiden Joko Widodo fokus sebagai Presiden RI di akhir masa jabatannya.
"Kami juga mendesak agar penyelenggara Pemilu 2024, KPU, Bawaslu, dan DKPP serta Mahkamah Konstitusi untuk bersikap integritas, independen, dan profesional berdasarkan asas langsung, bersih, jujur, dan adil demi terciptanya stabilitas negara yang damal, aman, kondusif, dan berkeadilan," ujarnya.