Perusahaan Kripto FTX Klaim Bakal Lunasi Utang ke Pelanggan dan Kreditur
JAKARTA - Bursa kripto FTX, yang bangkrut pada November 2022, mengklaim bahwa mereka dapat membayar kembali semua utang mereka kepada pelanggan dan kreditor. Hal ini diungkapkan dalam sidang pengadilan pada hari Rabu, 24 Januari 2024.
FTX, yang didirikan oleh Sam Bankman-Fried, adalah bursa kripto terbesar kedua di dunia sebelum runtuh akibat lonjakan penarikan dana yang mengungkapkan adanya kekurangan dana sebesar 8 miliar dolar AS (Rp 126 triliun) di rekening mereka. Bankman-Fried juga dituduh melakukan penipuan dan konspirasi dengan menggunakan dana pelanggan FTX untuk mendanai hedge fund miliknya, Alameda Research.
Dalam proses kebangkrutan, FTX mengatakan bahwa mereka memiliki aset yang cukup untuk membayar kembali pelanggan dan kreditor berdasarkan nilai dolar dari aset kripto mereka pada saat FTX kolaps. Namun, hal ini tidak berarti bahwa pelanggan akan mendapatkan kembali nilai aset kripto mereka saat ini, yang mungkin lebih tinggi dari nilai dolar saat itu.
Baca juga:
Pengacara FTX, Andrew Dietderich, mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk memberikan "pemulihan penuh" kepada semua pihak yang terlibat, tetapi ia juga mengakui bahwa masih ada banyak risiko dan tantangan yang harus dihadapi. "Kami yakin tujuannya dapat dicapai dan kami memiliki strategi untuk mencapainya," katanya.
Sementara itu, tim yang mengawasi proses kebangkrutan memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana untuk menghidupkan kembali operasi bursa, karena dianggap terlalu mahal dan berisiko. Mereka juga menganggap bahwa bisnis FTX sudah tidak dapat diselamatkan lagi setelah reputasinya hancur akibat skandal Bankman-Fried.
Bankman-Fried sendiri telah mengundurkan diri dari jabatan CEO FTX dan digantikan oleh John J. Ray III, seorang pengacara yang berpengalaman dalam kasus-kasus kebangkrutan. Bankman-Fried juga telah divonis bersalah atas tuduhan penipuan dan konspirasi pada November 2023, dan dijatuhi hukuman penjara selama 25 tahun.
Kasus FTX telah menimbulkan dampak besar bagi industri kripto, yang mengalami penurunan harga dan kepercayaan publik. Otoritas AS juga telah meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap bursa kripto lainnya, seperti Binance, yang didenda 4 miliar dolar AS (Rp 63 triliun) karena melanggar aturan anti pencucian uang.