Eks Mendag Lutfi Cerita Kisah Sukses Hilirisasi Indonesia, China-Eropa Sampai Ketar-ketir
JAKARTA - Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menceritakan kisah suskes hilirisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia hingga membuat negara-negara maju ketar ketir.
Lutfi menyebut hilirisasi terbukti mampu meningkatkan nilai tambah ekspor nonmigas Indonesia. Bahkan, Indonesia sempat dicekal oleh Eropa dan China karena perkembangan ekspor yang begitu pesat.
Sebelum Desember 2019, kata Lutfi, Indonesia hanya mengekspor bijih atau ore nikel. Bahan mentah itu dijual ke China dengan harga 20 dolar AS perton atau setara dengan Rp316.460 (asumsi kurs Rp15.823 per dolar AS). Barang mentah itu lalu kembali dibeli Indonesia menjadi barang jadi.
“Ini sudah menjadi cerita dari zaman penjajahan Belanda, tidak pernah berakhir sampai Indonesia merdeka,” ujar Lutfi dalam keterangan, Kamis 1 Februari.
Bukan hanya nikel, bauksit Indonesia juga digali oleh Jepang karena memiliki konsesi sejak 1980. Jepang menggali Pulau Kijang di Kepulauan Riau sampai hampir tenggelam.
Nikel dan bauksit diolah oleh negara-negara yang memiliki teknologi untuk bahan baku produk jadi, salah satunya kendaraan. Nantinya, kata dia, produk-produk tersebut bakal masuk ke Indonesia melalui impor secara lengkap dan dirakit di Indonesia atau completely knocked down (CKD).
Pada Desember 2019, lanjut Lutfi, Presiden Joko Widodo mulai melarang ekspor ore nikel. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang memberhentikan ekspor tersebut.
Pascalarangan, lanjut dia, nilai ekspor Indonesia pun meroket. China lantas menerapkan kebijakan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard dengan penalti 20% sejak akhir 2020. Negeri Panda melakukan hal ini agar industri baja nirkaratnya tidak hancur karena Indonesia.
“Neraca perdagangan Desember 2019 ekspor ore kita yang berbasis nikel 1,1 miliar dolar AS (setara Rp17,4 triliun). Ini belum bicara baterai. Januari 2020 kita lihat berapa ekspor kita yang berbasis berdasarkan nikel yang sudah diolah menjadi stainless steel. Angka loncat jadi 10,86 miliar dolar AS (setara Rp 171,8 triliun). Ada 11 kali nilai tambah, ekspor lagi ke China 69 persen. Kemudian, industri China yang paling kompetitif di dunia kalah sama Indonesia, dikasih barrier (hambatan tarif 20 persen),” ujar Luthfi.
Luthfi, yang saat itu merupakan menteri perdagangan periode 2020—2022, sempat khawatir bahwa kebijakan itu bakal menurunkan ekspor Indonesia. Namun, neraca perdagangan Indonesia dengan China ternyata tetap mencatatkan hasil positif bagi ekspor Indonesia di mana pengiriman baja nirkarat tumbuh hampir dua kali lipat.
Selain China, Eropa juga berupaya mencekal pertumbuhan ekspor Indonesia, dengan menyebut program hilirisasi Indonesia tidak ramah lingkungan. Oleh karenanya, eks Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal periode 2005-2009 itu mengatakan bahwa Indonesia memerangi kebijakan diskriminatif tersebut melalui World Trade Organization (WTO).
Lutfi juga sangat mendukung hilirisasi yang ingin digenjot oleh pemerintah ke depannya. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara dengan perekonomian kuat. Dia pun ingin Indonesia bisa menjadi negara industrialisasi, yang merupakan kunci untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).
“Kita ada deadline, kalau tidak industrialisasi, telat dan tidak melaksanakan pada hari ini juga, maka kita tidak bisa keluar middle income trap 2038-2040 kita selesai,” tutur mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu.
Baca juga:
- Soal Pembatalan Status Tersangka Eks Wamenkumham, Nawawi: Kenapa Ya, Hakim Praperadilan Ini?
- Demo APDESI Ricuh, Polda Metro Bakal Usut Perusakan Pagar DPR RI
- Ingin Temui Jokowi Mundur Kebinet, Mahfud: Saya Diangkat dengan Hormat, Pamit dengan Hormat
- Bakal Digugat ke Pengadilan soal Jalur Sepeda, Pemprov DKI Alasan Hanya Tingkatkan Kualitas Layanan
Di sisi lain, Ketua Umum Repnas Anggawira menyatakan, hilirisasi merupakan cara bagi Indonesia untuk naik kelas menjadi negara maju. Sehingga, terlepas dari siapa yang nantinya memenangkan Pilpres 2024, presiden terpilih haruslah meneruskan kebijakan hilirisasi.
Senada dengan pemaparan Lutfi, pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan, hilirisasi telah menaikkan daya tawar Indonesia di kancah global. Alhasil, negara ini semakin tidak mudah untuk ditekan negara lain.
"Hilirisasi nikel memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi kita. Jadi program hilirisasi Presiden Jokowi harus dilanjutkan,” kata Anggawira.
Sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, Anggawira menilai Indonesia berpeluang menjadi pemain penting dalam rantai pasok global.
“Ini potensi besar untuk pembuatan mobil listrik besutan Indonesia sendiri. Jika tidak diolah, maka akan menjadi negara yang begini-begini saja, tidak naik kelas dan tidak maju-maju," kata dia.
Adapun program hilirisasi Presiden Jokowi ini dalam sejumlah kesempatan telah dijanjikan bakal dilanjutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Program itu pun disambut pengusaha di Tanah Air.