Ditangkap di Thailand, Band Rock Anti Perang Bi-2 Berisiko Dideportasi ke Rusia

JAKARTA - Band alternative rock anti-perang Bi-2, yang mengunjungi Thailand, berisiko dideportasi kembali ke Rusia.

Tak cuma itu, mereka juga bisa menghadapi hukuman penjara selama bertahun-tahun karena secara terbuka menentang perang negara tersebut melawan Ukraina.

Tujuh anggota band rock progresif, yang merupakan kritikus terkenal Vladimir Putin, ditangkap pada 25 Januari tampil di resor pantai populer di Phuket.

Diduga, mereka gagal mendapatkan dokumen kerja yang diperlukan. Lima dari anggota band ini bepergian menggunakan paspor Rusia dan setidaknya empat anggota dilaporkan berkewarganegaraan Israel, menurut Associated Press.

Sementara itu, kibordis tur band, Gleb Kolyadin, yang juga merupakan bagian dari band Iamthemorning, saat ini tinggal di Inggris.

Kremlin dikenal mengawasi anggota komunitas budaya yang kritis terhadap perang, meskipun mereka tidak berada di negara tersebut.

Rusia sebelumnya menyoroti dua pendiri Bi-2, Aleksandr “Shura” Uman dan Yegor “Lyova” Bortnik, yang mengkritik oposisi militer negara tersebut terhadap Ukraina.

Di laman Facebook resmi Bi-2, mereka mengatakan semua “konser diadakan sesuai dengan hukum dan ketentuan negara setempat.”

Setelah membayar denda masing-masing sebesar 3.000 baht, para anggota band tersebut dikirim ke Pusat Penahanan Imigrasi di Bangkok, menurut Human Rights Watch. Hingga hari ini (30 Januari), mereka masih ditahan di penjara dan kemungkinan besar “menghadapi tuntutan berat dan bahaya besar lainnya di tangan pihak berwenang Rusia” menurut Sunai Phasuk dari Human Rights Watch.

“Dalam situasi apa pun Bangkok tidak boleh menyerahkan mereka ke Moskow, karena hal ini jelas-jelas akan melanggar hukum internasional dan Thailand,” tambahnya.

Politisi oposisi Rusia yang mengasingkan diri dan teman Bi-2, Dmitry Gudkov, mengatakan kepada radio SBS Australia berbahasa Rusia dirinya meyakini Moskow memberikan tekanan pada Thailand agar band tersebut dideportasi ke Rusia.