China Berang Filipina Selamati Presiden Taiwan, Ferdinand Marcos Sampai Klarifikasi
JAKARTA - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr menyatakan tidak mendukung kemerdekaan Taiwan. Dia menegaskan kembali komitmen negaranya terhadap kebijakan Satu China.
Hal itu dikatakan merespons kemarahan China atas pernyataannya Marcos belum lama ini yang memberi selamat kepada pemenang Pemilu Taiwan.
“Kebijakan Satu China tetap berlaku. Kami mematuhi kebijakan Satu China dengan ketat dan hati-hati sejak mengadopsinya,” kata Marcos saat sesi wawancara dengan GMA News TV yang disiarkan pada Selasa 23 Januari, dikutip dari Channel News Asia.
Marcos berdalih ucapan selamat kepada Lai Ching-te usai menjadi Presiden Taiwan terpilih pada Sabtu 13 Januari sebagai bentuk "kesopanan yang umum". Dia pun mengaku tidak ingin adanya konflik merespons kemarahan atas China itu.
“Kami tidak mendukung kemerdekaan Taiwan. Taiwan adalah Provinsi China,” tegas Marcos
Kemarahan atas ucapan selamat Marcos dilontarkan oleh Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri China. Jubir itu meminta Marcos untuk membaca lebih banyak buku untuk mendalami seluk beluk masalah di Taiwan.
Presidennya disinggung Menteri Pertahanan Filipina angkat bicara. Ia menilai Jubir Kemenlu China itu memberikan pernyataan yang tidak bermutu.
Baca juga:
- Sekjen Kemenhub Dicecar KPK soal Pengaturan Pemenang Proyek hingga Pengondisian Temuan Audit BPK
- BNPB Minta Warga Boyolali dan Klaten Waspadai Bahaya Wedhus Gembel Gunung Merapi
- Ini Tanggapan Istana soal Tagar 'Prabowo Gibran 2024' di Medsos Kemhan
- Lompat dari Air Terjun Ketinggian 20 Meter, Wisatawan Tewas di Minnehaha
Filipina dan China diketahui telah berselisih selama setahun terakhir ini, tepatnya ketika Marcos memberikan suatu penawaran kepada sekutu pertahanannya, Amerika Serikat (AS). Penawaran itu, termasuk memperluas akses pangkalan militer AS.
China memandang hal itu sebagai provokasi dan bagian dari pertentangan AS terhadap kebijakan China ke Taiwan.
Sementara Filipina dan Taiwan memiliki hubungan tidak resmi lantaran sama-sama memiliki "kantor ekonomi dan budaya" di Taipei dan Manila, tempat yang juga berfungsi sebagai kedutaan de facto.