Jawaban KPK Atas Kesiapan Edhy Prabowo Dihukum Mati

JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku siap dihukum mati. Bahkan tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benur atau benih lobster mengaku siap menjalani hukuman lebih dari itu. Lalu bagaimana tanggapan KPK?

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, masalah hukuman tentu nantinya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang akan memutuskan. Namun yang pasti, proses penyidikan saat ini masih terus berjalan.

"Saat ini proses penyidikan masih berjalan. KPK telah memiliki bukti-bukti yang kuat atas dugaan perbuatan para tersangka tersebut," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 Februari.

Selanjutnya, setelah berkas lengkap, jaksa penuntut (JPU) KPK barulah melakukan pelimpahan berkas perkara untuk mengadili para tersangka. "Fakta hasil  penyidikan akan dituangkan dalam surat dakwaan yang akan dibuktikan oleh JPU KPK," jelasnya.

"Namun, terkait hukuman tentu majelis hakimlah yang akan memutuskan," tegas Ali.

Diberitakan sebelumnya, Edhy Prabowo menegaskan, dirinya siap apabila nantinya diputus bersalah dan dijatuhi hukuman mati atas kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster. 

Edhy menegaskan, dirinya tidak akan lari dari kasus yang tengah disangkakan kepada dirinya. Demikian disampaikan Edhy usai menjalani pemeriksaan sekaligus memperpanjang masa penahanannya di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggungjawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya," kata Edhy di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 22 Februari.

Dia berjanji tidak akan menutupi kasus ini dan kooperatif kepada KPK. "Saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses Peradilan berjalan, makannya saya lakukan ini. Saya tidak akan lari, dan saya tidak bicara bahwa yang saya lakukan pasti bener, nggak," tegasnya.

Dalam kasus suap izin ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Adapun pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy dan lima orang lainnya dijerat dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara sebagai pemberi suap, Suharjito dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.