Soal Marak Fenomena Jastip dari Luar Negeri, Pengusaha Ritel: Itu Black Market!
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut, bahwa fenomena jasa titip alias jastip merupakan usaha ilegal.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menilai, barang jastip ini termasuk barang black market karena masuk ke Indonesia namun tidak dikenakan pajak.
"Jastip kami kritisi keras karena jastip itu adalah usaha ilegal yang masuknya ke Indonesia tidak dalam jalur resmi, tidak memenuhi pajak, masuknya jastip itu, kan, black market," ujar Roy dalam jumpa pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, dikutip Jumat, 19 Januari.
Roy menilai, barang jastip ini, baik barang berharga tinggi maupun rendah akan masuk ke Indonesia tanpa dikenakan pajak. Hal ini dikarenakan barang masuk seolah-olah merupakan milik pribadi orang yang menerima pesanan tersebut.
"Baju mahal, tas mahal, elektronik mahal dimasukkan ke dalam tasnya, kargonya, seolah-olah barang milik sendiri padahal begitu keluar bandara sudah ada yang ambil dan lewat pajaknya, enggak terpenuhi mekanisme legalnya," kata dia.
Sementara, Roy menilai importir legal harus membayar pajak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini tentu akan mempengaruhi besaran harga untuk barang yang dijual.
Terlebih, pemerintah belum lama ini memperketat kegiatan importasi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Kami mengkritisi keras ketika impor yang legal bayar resmi, bayar sesuai peraturan, sesuai tarif itu malah diperketat. Sementara, yang ilegal tidak bayar pajak, tidak bayar tarif dan tidak mematuhi peraturan malah kian marak," ucap Roy.
Baca juga:
Selain itu, dia juga menyoroti bahwa pemerintah belum mempunyai beleid yang mengatur fenomena jastip ini. Menurutnya, pemerintah perlu mengatur dan menindak tegas fenomena jastip ini lantaran dapat merugikan negara dan peritel yang menjajakan barang impor legal, meskipun dampak bagi peritel tidak terlalu signifikan.
"Yang kami permasalahkan adalah belum sampai regulasi yang mengawasi dan juga menindak tegas supaya ini tidak merugikan negara. Ke negara, kan, tidak masuk pajaknya, kerugian ritel itu dampak daripada barang yang dibawa masuk. Padahal, kami sebenarnya ada jualan di gerai-gerai kami," ungkap Roy.
"Kami mau meningkatkan pertumbuhan ekonomi 6 persen, makanya kami tidak akan lebih dari 5 persen karena yang ilegal malah semakin marak, merugikan negara tentunya dan juga merugikan pelaku usaha yang resmi. Yang tidak resmi itu memberi dampak kepada yang resmi, sehingga yang resmi terdampak," pungkasnya.