Sengkarut Masalah Kesehatan Indonesia yang Pengaruhi Indeks Pembangunan Manusia
JAKARTA – Kesehatan merupakan salah satu isu penting yang seharusnya menjadi perhatian para calon presiden. Dan, siapa pun yang menjadi pemenang dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, ia akan dihadapkan dengan rentetan pekerjaan rumah di bidang kesehatan.
Hal ini diungkapkan asosiasi kesehatan dan organisasi profesi bidang kesehatan yang tergabung ke dalam Komunitas Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KOMPAK) dalam dialog nasional dengan Capres dan Cawapres RI tentang pembangunan kesehatan Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Koordinator KOMPAK DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT mengatakan fokus membenahi masalah kesehatan dapat membantu memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang rendah.
“Kami berharap indikator-indikator kesehatan masyarakat dan permasalahan kesehatan saat ini menjadi poin utama yang kemudian ditindaklanjuti oleh nanti presiden terpilih dalam satu upaya pembangunan kesehatan,” kata Dr dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT, yang juga Ketua Umum PB IDI, di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Tiga Dimensi Indeks Pembangunan Manusia
Mengutip Kompas, IPM adalah sebuah indikator yang menunjukkan pengembangan terutama dalam pembangunan sumber daya manusianya.
Konsep IPM sendiri pertama kali dicetuskan United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human Development Report pada 1996. Munculnya IPM adalah untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif.
Menurut data UNDP, Indonesia tergolong sebagai negara dengan pembangunan manusia tingkat sedang atau medium human development.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan ada tiga dimensi dasar untuk untuk mengukur tingkat IPM. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi ini memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor, salah satunya adalah kesehatan.
Khusus untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir.
“Bicara secara umum ada problem dalam Indeks Pembangunan Manusia yang kemudian ada indikatornya, yaitu kematian ibu hamil, angka kematian bayi, ada juga berkaitan dengan masalah stunting,” kata Dr. Adib saat ditanya VOI hal apa yang perlu menjadi perhatian utama presiden dan wakil presiden terpilih di bidang kesehatan.
Berdasarkan data Bank Dunia, angka kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari) Indonesia sebesar 11,7 dari 1.000 bayi lahir hidup pada 2021. Itu artinya, terdapat antara 11 sampai 12 bayi neonatal yang meninggal dari setiap 1.000 bayi yang terlahir hidup.
Angka ini menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang masih 12,2 dari 1.000 bayi lahir hidup. Angka kematian bayi neonatal Indonesia juga menunjukkan tren turun dan selalu di bawah rata-rata dunia dalam satu dekade terakhir. Sebagai informasi, angka kematian bayi neonatal secara global adalah 17 dari 1.000 bayi lahir hidup.
Meski demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi kelima dari 10 negara dengan angkat kematian bayi tertinggi. Angka kematian bayi neonatal Indonesia jauh lebih tinggi dari Singapura yang hanya 0,8 dari 1.000 bayi lahir hidup pada 2021. Artinya, hanya ada kira-kira 1 bayi neonatal yang meninggal dari 1.000 bayi yang terlahir hidup di Negeri Singa tersebut.
Sementara angka kematian ibu di Indonesia juga masih tinggi. Pada 2022, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 207 per 100.000 kelahiran hidup. Tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan (30 persen), hipertensi dalam kehamilan atau preeklampsia (25 persen) dan infeksi (12 persen).
Target Prevalensi Stunting
Selain angka kematian bayi dan ibu hamil, masalah kesehatan lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah stunting. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting Indonesia adalah 21,6 persen. Namun, Indonesia memiliki target yang ingin dicapai yaitu 14 persen pada 2024. Butuh upaya bersama untuk mencapai target yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.
“Stunting tidak hanya bisa selesai dengan hanya pemberian asupan gizi saja, tapi stunting adalah problem komprehensif yang harus ada intervensi ekonomi, intervensi edukasi, intervensi keluarga, sehingga peran semua komponen masyarakat harus dilibatkan dalam penanganan masalah stunting,” tutur Dr. Adib.
Dalam kesempatan yang sama, Capres nomor urut satu Anies Baswedan menjanjikan pembangunan akses kesehatan yang berkualitas untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur.
"Misi kami adalah untuk membangun akses kesehatan berkualitas. Salah satu jalan untuk menuju Indonesia adil makmur untuk semuanya," kata Anies yang hadir secara virtual.
Anies Baswedan menuturkan enam agenda strategis di bidang kesehatan untuk mewujudkan langkah tersebut. Di antaranya adalah penguatan peran puskesmas dan masyarakat, pelayanan rumah sakit, kesejahteraan dan perlindungan tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, serta pengendalian penyakit dan ketahanan.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menjelaskan, program kerja di bidang kesehatan dilakukan dengan mengubah fokus kesehatan kuratif (penyembuhan) menjadi fokus kesehatan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan). Selain itu, model pendekatan instruksi dari atas ke bawah juga bakal diganti dengan model kolaborasi dan gotong royong yang lebih mengedepankan demokrasi.
"Adanya perbedaan pandangan itu untuk dibahas, memang melelahkan, namun jauh lebih baik daripada diputuskan lalu didebat," ujarnya.
Isu Kesehatan Mental
Anies juga menyoroti isu kesehatan mental di Indonesia yang butuh perhatian. Ia menyebut ingin mengembangkan kesehatan mental masyarakat melalui lembaga tertentu. Langkah awalnya dengan mengadakan psikolog dan skrining online di 23 Puskesmas di Jakarta.
"Kami mulai di 23 Puskesmas di Jakarta menyiapkan psikolog dan skrining online untuk melakukan tes mandiri tentang kesehatan jiwa. Bila ditemukan indikasi bisa langsung mendatangi Puskesmas," pungkasnya.
Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang sangat luas. Kesehatan selalu menjadi masalah krusial yang kerap dipandang sebelah mata, walau berada di tengah tahun politik. Padahal, masalah kesehatan Indonesia tak melulu stunting, angka obesitas, kurang gizi, dan fokus pada kuratif atau penyembuhan.
Baca juga:
- Wacana Koalisi Anies Baswedan-Ganjar Pranowo: Bukan Sekadar untuk Membendung Prabowo Subianto
- Mengenal Keyboard Warrior dan Kaitannya dengan Cyberbullying
- Media Sosial Menjadi Medan bagi Impulsivitas
- Pantauan Netray terhadap Reaksi Warganet TikTok Usai Debat Capres Ketiga: Prabowo Paling Banyak Disebut
Masalah kesehatan Indonesia begitu kompleks, termasuk tenaga kesehatan yang di daerah tertinggal dan terluar yang kurang perhatian, ketiadaan insentif, hingga kelangkaan profesi.
Karena itulah, seperti ditekankan Dr. Adib yang paling penting dalam membuat program kesehatan Indonesia adalah upaya preventif dan promotif. Selain itu, ia mengataka paradigma yang ditekankan kepada masyarakat adalah paradigma sehat, bukan paradigma sakit.
“Jangan sampai negara dengan kemampuan terbatas terbebani anggaran biaya tapi fokus hanya masalah orang sakit saja, atau kuratif saja,” tandasnya.