RI Diminta Belajar dari Jepang Tanggulangi Penurunan Tanah

JAKARTA - Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, Indonesia perlu belajar dari Jepang untuk menyelesaikan masalah penurunan muka tanah atau land subsidence, khususnya di Ibu Kota DKI Jakarta.

Elisa menilai, permasalahan terkait penurunan muka tanah di Jakarta dan Jepang tak ada bedanya. Hanya saja, sungai-sungai di Jepang memang lebih besar daripada yang ada di Kota Jakarta.

"Tokyo juga mengalami land subsidence yang sangat parah, levelnya bisa sampai 4 meter dalam kurun waktu 10-50 tahun. Jadi sekali turunnya bisa sampai 4 meter. Lalu apa yang mereka? Ada beberapa hal yang memang mirip (antara Jakarta dan Tokyo), misalnya Tokyo itu sama-sama punya sungai kayak Jakarta. Walaupun sungai di Jakarta enggak sebesar sungai di Tokyo, tapi prinsipnya sama," ujar Elisa dalam Diskusi Dampak Giant Sea Wall (GSW) terhadap Kawasan Pantai Utara Jawa secara virtual, Jumat, 12 Januari.

"Yang mereka lakukan pertama kali itu mulai membuat aturan terkait penggunaan air pada bangunan, lalu mulai ada peraturan terbaru soal pencegah polusi di saat itu," sambungnya.

Dia menambahkan, Jepang juga melakukan monitoring terhadap penggunaan air tanah dan melakukan pemindahan kawasan industri ke tempat lain.

"Upaya terakhir yang dilakukan adalah akhirnya mereka menyetop penggunaan air sumur untuk industri," kata Elisa.

Hingga saat ini, kata Elisa, apabila ada pergantian kepemimpinan di Jepang, mereka tidak perlu khawatir lagi akan persoalan tersebut.

Sebab, dengan berbagai upaya yang dilakukan, Jepang hanya perlu melakukan pantauan atau monitoring saja.

"Akhirnya tiap kali adanya perubahan penerapan kebijakan mereka bisa track apa yang terjadi terjadi. Jadi, ini memang salah satu strategi (yang bisa dilakukan Indonesia)," imbuhnya.

Diketahui, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun tanggul pantai dan muara sungai sepanjang 1,6 kilometer (km) pada 2024 ini. Adapun hingga 2023, telah terbangun tanggul pantai dan muara sungai sepanjang 8,2 km.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Bob Arthur Lambogia mengatakan bahwa pembangunan tanggul pantai dan muara sungai telah dijalankan secara strategis sejak 2020 silam.

Adapun penanggung jawab dari proyek itu terbagi menjadi dua, yakni oleh pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

"Untuk 2024 ini, Kementerian PUPR sedang mengerjakan 1.664 meter (tanggul pantai) dan satu unit kolam retensi di Pantai Kamal Muara Dadap dan Muara Sungai Kali Dadap, yang 1,6 km ini merupakan penyelesaian dari kesepakatan yang sudah kami lakukan dengan Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan tanggul pantai ini," kata Bob dalam Seminar Nasional Giant Sea Wall di Jakarta Pusat, Rabu, 10 Januari.

Bob mengatakan, secara keseluruhan panjang total garis pantai dan muara sungai serta pesisir Jakarta mencapai 120 km.

Dari jumlah tersebut, berdasarkan detail desain NCICD 2016, panjang garis pantai dan muara sungai yang kritis sepanjang 46,2 km.

"Review-nya sepanjang 38 km dan pada 2014-2019 pembangunan tanggul pantai dan muara sungai telah dikerjakan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pihak swasta sepanjang 13 km, sehingga terdapat garis pantai dan muara sungai yang masih dikatakan kritis sepanjang 25 km," ujarnya.