KPK Sebut Belum Ada Update Dugaan Transaksi Janggal Kampanye Laporan PPATK, Kenapa?
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut belum ada perkembangan terbaru terkait dugaan transaksi janggal yang terjadi saat kampanye. Proses panjang masih dilakukan karena Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hanya menyampaikan laporan hasil analisis (LHA).
“Belum ada update yang bisa kami sampaikan seperti apa prosesnya,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan yang dikutip Kamis, 11 Januari.
Ali mengatakan informasi dari PPATK memang perlu didalami lebih lanjut. Sebab, komisi antirasuah harus memastikan ada tidaknya praktik korupsi dari kejanggalan transaksi tersebut.
Adapun proses yang harus dilakukan berupa pengumpulan data pelengkap, kajian, analisis, dan telaah lanjutan. Semuanya harus dilakukan secara teliti karena akan menentukan tindak lanjut KPK, kata Ali.
Jika bukan suap ataupun gratifikasi, maka KPK tidak bisa menindaklanjuti. “Transaksi mencurigakan itu belum tentu kemudian ada dugaan korupsinya. Karena sumber dari tindak pidana asal itu menjadi kewenangan PPATK yang kemudian lahir TPPU misalnya, kan banyak sekali, korupsi hanya (salah, red) satu … selebihnya (ada, red) 20 itu adalah tindak pidana asalnya tindak pidana umum,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan laporan transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilu 2024 meningkat 100 persen pada Semester II 2023.
"Kami melihat transaksi terkait dengan pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kami dalami,” kata Ivan usai menghadiri acara 'Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara' di Jakarta, Kamis 14 Desember.
Baca juga:
Menurut Ivan, PPATK menemukan beberapa kegiatan kampanye tanpa pergerakan transaksi dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK).
"Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu dari mana? Kalau RKDK tidak bergerak? Kami melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye," ujarnya saat itu.