Sepak Bola Dunia Berkabung, Legenda Jerman Franz Beckenbauer Meninggal
JAKARTA - Franz Beckenbauer, legenda sepak bola Jerman, telah meninggal dunia pada usia 78. Beckenbauer meninggal dengan tenang dalam keadaan tidur dengan dikelilingi keluarganya setelah berjuang melawan sakit yang diderita pada Minggu, 7 Januari 2024. Demikian keterangan dari keluarga.
Sepak bola dunia sungguh berduka. Satu-persatu, para legenda meninggalkan dunia. Beberapa hari sebelumnya, legenda Brasil, Mario Zagallo, juga mengembuskan napas terakhir.
Menariknya Beckenbauer dan Zagallo merupakan salah dua dari tiga orang yang pernah memenangi Piala Dunia saat menjadi pemain dan kemudian pelatih. Satu sosok lagi tak lain Didier Deschamps yang saat ini menjadi pelatih timnas Prancis.
Sebelumnya, deretan legenda yang menghiasai sepak bola dengan aksinya yang memukau dan kisah hidup yang menginspiratif seperti Bobby Charlton, Pele sampai Diego Armando Maradona, serta Johan Cruyff, membuat dunia berkabung. Cruyff, legenda Belanda, tak lain rival abadi sekaligus sahabat dekatnya.
Kini, saat mengawali tahun baru, Beckenbauer juga harus pergi. Kesehatan 'der Kaiser', demikian sebutan yang melegendaris untuk sosok yang memiliki 103 caps dan tiga kali membela Jerman (Barat) di Piala Dunia memang sudah mengalami penurunan.
Dirinya sudah pernah dua kali menjalani operasi jantung. Beckenbauer juga sempat naik ke meja operasi untuk memulihkan panggulnya.
Beckenbauer pernah menyampaikan bila kondisi matanya mengalami penurunan dan sejak 2019 mengalami buta sebelah. Karena kesehatannya kian menurun setelah mengalami infark karena kurangnya oksigen akibat penyumbatan aliran pembuluh nadi, dia batal ke Qatar menyaksikan Piala Dunia 2022.
"Saya mengalami apa yang disebut infark pada salah satu mata saya. Ini membuat pandangan saya menjadi agak kabur," tutur Beckenbauer.
"Saya juga harus hati-hati dengan kondisi jantung saya. Jadi saya tidak bisa ke Qatar. Saya mendukung timnas di layar televisi saja," kata Beckenbauer yang tak pernah surut men-support die Mannschaft.
Usai Piala Dunia Qatar, kesehatan legenda Bayern Munchen yang pernah dibawanya menguasai sepak bola Jerman (Barat) dan Eropa pada pertengahan 1970-an ini kian menurun. Beckenbauer akhirnya mengembuskan napas terakhir pada Minggu lalu.
"Dalam kesedihan yang mendalam, kami menyampaikan suami dan ayah kami, Franz Beckenbauer, meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya, kemarin, Minggu, dengan dikelilingi keluarganya," demikian keterangan resmi dari keluarga Beckenbauer.
Kanselir Jerman Olaf Scholz menyampaikan duka cita atas kepergian sang legenda. "Pemenang Piala Dunia saat sebagai pemain dan pelatih: Franz Beckenbauer yang merupakan salah satu pesepak bola terbesar di Jerman dan dunia 'der Kaiser'. Generasi yang diciptakannya memberikan suka cita sepak bola Jerman. Kami akan merindukan dia. Saya menyampaikan turut berduka cita kepada keluarga dan sahabatnya," demikian tulis Schlolz di akun X (Twitter).
Beckenbauer merupakan sosok legendaris yang langsung melejit sejak memulai karier di Bayern. Klub elite Bundesliga Jerman yang diperkuat sejak 1964 hingga 1977.
Dirinya membawa die Bayern bersinar terang dengan memenangi berbagai trofi seperti Liga Jerman empat kali dan hattrick Piala Champions (kini Liga Champions) pada 1974-1976.
Selain itu, dia menjuarai Piala Winners (kini Liga Europa) sekali dan Piala Interkontinental (kini Piala Dunia Antarklub) 1976. Sedangkan Piala Jerman atau DFB-Pokal diraihnya sebanyak empat kali.
"Dunia Bayern tidak seperti biasanya Tiba-tiba suasana menjadi gelap, sunyi dan memilukan," demikian pernyataan dari Bayern saat menanggapi kepergian sang ikon klub itu.
"Pemegang rekor juara Jerman berduka atas kepergian Franz Beckenbauer. 'Kaisar' yang istimewa. Tanpa dia FC Bayern tidak akan menjadi seperti sekarang ini," tulis Bayern lebih lanjut.
Beckenbauer membawa Bayern mematahkan dominasi Ajax Amsterdam yang dimotori Cruyff. Sebelumnya, Cruyff membawa Ajax mencetak hattrick juara Champions pada 1970-1973.
Setelah berakhirnya era Ajax, kemudian Bayern yang menguasai Eropa. Meski menempati posisi yang berbeda, rivalitas Beckenbauer vs Cruyff, menjadi fenomena bagi sepak bola Eropa dan dunia pada pertengahan 1970-an.
Puncaknya saat mereka bertemu di final Piala Dunia 1974. Jerman (Barat) yang dipimpin Beckenbauer menang 2-1 atas Belanda di laga final.
Kedua maestro sepak bola di era itu dianggap saling melengkapi. Beckenbauer tak lengkap sebagai yang terbaik bila tidak ada Cruyff. Begitu pula sebaliknya.
Prestasi Beckenbaur kian komplet karena turut membawa Jerman menjuarai Piala Eropa 1972. Namun empat tahun berikutnya dia hanya membawa timnas menjadi runner up setelah kalah lawan timn kejutan Cekoslowakia lewat adu penalti.
Saat itu bintang Ceko Antonin Panenka menjadi penentu lewat tendangan penalti yang menjadi ciri khas dia yang menipu kiper legendaris Jerman Sepp Maier. Tendangannya itu kemudian dikenal 'Tendangan Panenka' atau 'Penalti Panenka'.
Dalam kariernya sebagai pemain, Beckenbauer bermain di antara belakang dan tengah atau berperan sebagai central defensive sweeper atau libero. Dia pula yang dianggap memunculkan posisi itu yang menjadi awal kemunculan sweeper atau bek modern.
Namun hanya Beckenbauer yang dinilai paling pas menjadi libero. Para penerusnya seperti Lothar Matthaeus maupun Franco Baresi masih kalah pamor dengan dia.
Hal paling mencolok sebagai libero adalah penampilannya yang sangat tenang dan dingin. Beckenbauer tak banyak bicara dan tidak ada kompromi bagi lawan-lawannya.
Ibarat kata, dia tak tergesa-gesa mendistribusikan bola di kakinya. Pasalnya dari kaki dia, permainan tim diatur sepenuhnya oleh Beckenbauer.
Jadi layak bila disebut sebagai kaisar atau The Emperor. Pembawaannya yang tenang dan kalem juga terlihat saat menangani timnas Jerman.
Dalam kariernya saat meninggalkan Bayern, Beckenbauer membuat kontroversi karena memilih pindah ke Amerika Serikat untuk memperkuat New York Cosmos pada 1977-1980. Saat itu, MLS memang kurang populer dan dirinya masih bisa bermain di klub-klub elite Eropa.
Beckenbauer pun berkibar di AS dengan membawa New York Cosmos juara Liga AS tiga kali. Dari AS, Beckenbauer pulang ke Jerman.
Kali ini dirinya bermain untuk SV Hamburg. Beckenbauer membuktikan selalu membawa tim yang diperkuatnya menjadi juara. Hamburg diantar dia menjadi juara Bundesliga pada 1982 dan kemudian dia kembali ke New York sebelum menutup kariernya.
Begitu pensiun sebagai pesepak bola, Beckenbauer langsung menjadi pelatih timnas Jerman pada 1984. Minim pengalaman sebagai pelatih, dirinya malah membawa Jerman ke final Piala Dunia 1986. Jerman yang dimotori Karl Heinze Rummenigge dikalahkan Maradona bersama Argentina 3-2.
Namun Beckenbauer sukses membalasnya di final Piala Dunia 1990. Jerman menang 1-0 atas Argentina lewat penalti Andreas Brehme.
Dari timnas, Beckenbauer kembali ke klub yang dibesarkan dan membesarkannya, Bayern. Dirinya hanya sebentar menjadi pelatih dan kemudian diangkat sebagai presiden klub.
Beckenbauer sempat menjadi wakil presiden federasi sepak bola Jerman. Dia berperan besar menjadikan Jerman tuan rumah Piala Dunia 2006.
Dalam kariernya yang dekoratif, Beckenbauer pernah memenangi Ballon d'Or dan masuk FIFA 100 the greatest living players yang dirilis FIFA pada 2004.
Menjelang akhir usianya, Beckenbauer memang sempat diinvestigasi terkait penunjukan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022. Dia juga diduga menerima dana menyusul keberhasilan Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.
Meski membantah tudingan dan akhirnya dinyatakan tidak bersalah, namun dirinya sempat didenda Komite Disiplin FIFA karena dinilai tidak kooperatif dalam investigasi. Beckenbauer, karena kesehatannya menurun, tak banyak melakukan aktivitas sebelum menutup mata.
Baca juga:
Para legenda sepak bola pun menyampaikan duka cita. Deschamps menuturkan dirinya merasa terhormat disejajarkan dengan Beckenbauer dan Zagallo.
"Sebuah kehormatan besar bagi saya bisa menjadi bagian dari mereka pada 2018, yaitu yang memenangi Piala Dunia sebagai pelatih dan pemain," ujar Deschamps.
"Dia sosok yang berkelas, sangat percaya diri dan sangay inspiratif. Franz Beckenbauer adalah pribndi yang sangat dihormati yang selalu menghendaki tim berada di level tertinggi," ucapnya.
Sementara, Matthaeus yang menjadi kapten tim asuhan Beckenbauer yang memenangi Piala Dunia 1990 mengaku terkejut menerima kabar duka cita.
"Sungguh kabar yang mengejutkan. Meski saya tidak terlalu dekat dengan dia. Kepergiannya membuat sepak bola dunia dan Jerman benar-benar kehilangan," kata Matthaeus.
"Dia salah satu yang terbesar sebagai pemain dan pelatih. Begitu pula saat di luar lapangan. Franz pribadi yang luar biasa tidak hanya di sepak bola. Semua mengenal dia sebagai sosok yang luar biasa dan baik," ujarnya