China Peringatkan Filipina, Setiap Kesalahan Perhitungan di Laut China Selatan akan Direspons Tegas
JAKARTA - Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi memperingatkan Filipina, setiap kesalahan perhitungan dalam perselisihan yang meningkat di Laut China Selatan akan menghasilkan respons yang tegas, mendesak dialog untuk mengatasi "kesulitan serius" antara kedua negara bertetangga tersebut.
Beijing dan Manila saling melontarkan tuduhan tajam dalam beberapa bulan terakhir atas serangkaian perselisihan di Laut Cina Selatan, termasuk tuduhan Tiongkok menabrak sebuah kapal yang membawa panglima angkatan bersenjata Filipina pada awal bulan ini. Di sisi lain, Tiongkok menuduh Filipina melakukan pelanggaran di wilayahnya.
Memburuknya hubungan ini bertepatan dengan langkah Manila untuk meningkatkan hubungan militer dengan Jepang dan Amerika Serikat, bekas kekuatan kolonial dan sekutu pertahanannya selama tujuh dekade.
"Hubungan Tiongkok-Filipina berada di persimpangan jalan," kata Menlu Wang kepada timpalannya dari Filipina Menlu Enrique Manalo melalui telepon, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Tiongkok, melansir Reuters 21 Desember.
Sedangkan Menlu Manalo mengatakan dalam sebuah pernyataan, dia melakukan pembicaraan yang jujur dan terus terang dengan Wang di mana keduanya "mencatat pentingnya dialog". Seorang juru bicara kementerian mengatakan, Menlu Manalo telah meminta panggilan tersebut.
Jika Filipina salah menilai atau berkolusi dengan kekuatan eksternal yang "berniat buruk", Tiongkok akan membela hak-haknya dan merespons dengan tegas, kata Menlu Wang, tapi tidak disebut rinci tindakan apa yang mungkin diambil.
Pernyataan Wang dapat memperparah perselisihan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, di mana Filipina akan melawan apa yang mereka lihat sebagai kampanye Tiongkok untuk mencegah negara tersebut mengakses bahan bakar fosil dan sumber daya perikanan di zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan pada Hari Kamis: "Posisi Tiongkok tetap tidak berubah bahwa perselisihan harus ditangani dengan baik melalui dialog dan konsultasi."
Peningkatan konfrontasi bersenjata, meskipun tidak mungkin terjadi, akan menjadi peningkatan yang signifikan, karena Amerika Serikat terikat oleh perjanjian tahun 1951 untuk membela Filipina jika negara tersebut diserang, termasuk di Laut China Selatan.
Baca juga:
- Presiden Macron: Kita Tidak Bisa Membiarkan Gagasan Perang Melawan Hamas Berarti Meratakan Gaza
- Kim Jong-un Peringatkan Korut Tak Ragu Lakukan Serangan Nuklir Jika Diprovokasi dengan Senjata Serupa
- DK PBB Tunda Voting Resolusi Mengenai Gaza untuk Kali Ketiga, Sementara Korban Tewas Capai 20 Ribu Jiwa
- Pejabat Hamas Sebut Pihaknya Tidak Ingin Membebaskan Sandera untuk Kemudian Dibom oleh Israel
Terpisah, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, dalam pidatonya di hadapan militernya pada Hari Kamis mengatakan, negaranya tetap berkomitmen untuk memperkuat angkatan bersenjata dan aliansi yang ada, sambil menyebut insiden yang melibatkan panglima angkatan bersenjata sebagai hal yang mengkhawatirkan.
"Anda menjadi sangat penting karena dalam beberapa tahun terakhir Filipina berada di tengah perkembangan geopolitik dan ketegangan yang berpotensi menyebabkan ketidakamanan regional," ujarnya pada pertemuan di markas militer di Manila.
Diketahui, Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan melalui sembilan garis putus-putus yang tumpang tindih dengan ZEE Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, Vietnam, dan Indonesia.
Pengadilan arbitrase internasional pada tahun 2016 menolak klaim Tiongkok dalam putusan atas kasus yang diajukan oleh Filipina. Namun, Beijing tidak mengakui keputusan itu.