MK Tolak Permohonan Uji Materi Soal Syarat Caleg DPR, DPD dan DPRD
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 182 dan 240 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu soal syarat caleg DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
"Mengadili, menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Perkara Nomor 98/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Lantai 2, Gedung I MK, Jakarta, Antara, Rabu, 29 November.
Dalam gugatan uji materi yang diajukan mahasiswa asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Andi Redani Suryanata, itu, pemohon menggugat Pasal 182 UU Pemilu soal persyaratan perseorangan untuk menjadi peserta pemilu, dalam hal ini anggota DPD, serta Pasal 240 ayat (1) soal syarat menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
Dalam petitumnya, pemohon meminta Pasal 182 dalam UU Pemilu ditambahkan norma "tidak pernah memegang jabatan sebagai anggota DPD selama dua periode dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut".
Kemudian, dia juga meminta Pasal 240 ayat (1) UU Pemilu ditambahkan norma "tidak pernah memegang jabatan sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota selama dua periode dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut".
Pemohon menilai dua pasal tersebut tidak membatasi secara jelas berapa periode seseorang dapat menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
Oleh sebab itu, pemohon mendalilkan persaingan antarcalon untuk menjadi anggota semakin ketat.
Selain itu, pemohon juga menilai bahwa dominasi pihak yang mempunyai sumber daya kuat, karena sudah lama menjabat sebagai anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota, akan mengurangi kesempatan pemohon untuk mencalonkan diri di masa depan.
Atas dasar itu, pemohon, yang bercita-cita hendak menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota setelah menyelesaikan pendidikannya, menganggap berlakunya norma-norma pasal digugat menyebabkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum.
MK menjelaskan norma dimaksud dapat dinilai telah merugikan atau potensial merugikan hak konstitusional pemohon apabila menghalangi hak pemohon untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
Namun, MK menilai norma pada pasal digugat sama sekali tidak menghalangi hak konstitusional pemohon untuk diajukan sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
"Pemohon telah terbukti tidak dapat memenuhi persyaratan adanya kerugian atau anggapan kerugian hak konstitusional dengan berlakunya Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang 7/2017," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan MK.
Oleh karena itu, MK menyimpulkan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, sehingga pokok permohonan tidak diperiksa dan dipertimbangkan lebih lanjut.
Baca juga:
- Cuti Kampanye Mahfud Belum Diizinkan Jokowi, Ganjar: Saya Telepon Pak Pratikno
- Tancap Gas Kampanye Mulai Besok, Cak Imin Ajukan Cuti 11 Hari
- Jokowi Tak Wajibkan Menteri dan Kepala Daerah Maju Pilpres 2024 Mundur dari Jabatan
- Beda Jauh dengan Firli, Harta Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango "Cuma" Rp 3,7 Miliar
"Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ujar Suhartoyo membacakan konklusi.