Moeldoko Harap Tahun Politik Tak Jadi Penghambat Pembangunan Pemerintah
JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan, (KSP) Moeldoko, menegaskan tahun politik tidak boleh menjadi penghambat bagi pemerintah dalam mengejar target-target pembangunan. Terlebih, sisa waktu pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin kurang dari satu tahun.
Menurut Moeldoko tahun politik justru harus menjadi momentum untuk menginjak pedal “gas” dalam mengejar target pembangunan, bukan malah menginjak pedal “rem” karena takut dengan suara noise di ruang publik.
“Atau malah cari aman dengan gigi netral. Jangan sampai negara dibiarkan bergerak menggeloyor begitu saja,” tegas Moeldoko saat menjadi pembicara pada Forum Rutin Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) di hotel Pullman Jakarta, Kamis 23 November.
Forum Rutin Bakohumas merupakan program Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang diikuti oleh pelaku humas kementerian/lembaga. Kali ini, forum mengusung tema “Strategi Komunikasi dalam Mewujudkan Profesionalisme Humas Pemerintah”.
Moeldoko mengatakan pemerintah harus bisa menjaga kepercayaan publik agar target-target pembangunan tercapai. Untuk itu, kata dia, komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat harus dibangun dengan baik. Sebab komunikasi yang baik akan membangun kepercayaan dan menggerakkan publik.
Panglima TNI 2013-2015 ini mengakui memang tidak mudah untuk membangun jembatan komunikasi di tengah-tengah situasi politik saat ini. Di mana kontestasi politik telah menimbulkan ketegangan di masyarakat yang berbeda pilihan.
Jika kondisi tersebut dibiarkan, kata Moeldoko, bisa berdampak pada berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. “Padahal trust ini fondasi kita untuk melayani publik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Moeldoko menilai munculnya kegamangan di masyarakat di tahun politik menjadi tantangan bagi pelaku kehumasan pemerintah untuk mampu membangun jembatan komunikasi yang profesional dan netral. Ia pun menyebut empat langkah strategis yang bisa dilakukan oleh pelaku kehumasan.
Pertama, pelaku kehumasan harus bisa mengajak semua pihak memiliki perspektif jangan panjang, yakni visi Indonesia Maju. Sehingga masyarakat tidak terjebak dalam keriuhan noise menjelang Pilpres 2024. Kedua, mengingatkan kembali kiblat-kiblat nilai bangsa, seperti nasionalisme, serta menghargai perbedaan dan kemanusiaan.
Ketiga, menggaungkan capaian kinerja pemerintah dan pembangunan. Keempat, mengingatkan kembali tantangan eksternal yang sedang dan akan dihadapi Indonesia sehingga membutuhkan estafet kepemimpinan.
"Sampaikan pesan itu dengan simpatik tidak defensif. Ingat ruang publik resah jadi penyampaian yang simpatik sangat diperlukan,” tandasnya.
Baca juga:
- Beda Ump, Umk dan Umr yang Sering Bikin Orang Bingung: Begini Penjelasannya
- Australia Siapkan Rp265,7 Miliar untuk Tim Respons Cepat Keamanan Siber di Pasifik
- Alasan Pengusaha Gugat Aturan Larang Impor di e-Commerce Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha
- Firli Harusnya Mundur Agar Tak Jadi Beban KPK Usai Jadi Tersangka Pemerasan SYL
Pada kesempatan itu, Moeldoko juga berpesan agar pelaku kehumasan yang berlatar belakang ASN tetap menjaga netralitasnya meski memiliki preferensi politik. Sikap netral tersebut diwujudkan dengan tidak membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan publik.
“Saya paham anda sebagai pribadi punya preferensi politik, punya calon favorit. Biarkan itu tersimpan sampai di bilik suara nanti. Tapi dalam melayani publik anda wajib imparsial,” pungkas Moeldoko.