Penipuan Bermodal Cerita Sedih dan Kenapa Kita Jadi Korbannya
JAKARTA - Warganet di media sosial Twitter ramai-ramai diduga kena tipu oleh seorang wanita penjual kue. Penipuan yang menjual cerita sedih ini bukan pertama kali terjadi. Kami mendiskusikan kasus ini dengan seorang psikolog untuk menjawab mengapa masyarakat kita cenderung mudah jadi korban dari modus penipuan seperti ini.
Pemilik akun Twitter @grumpysfd yang belakangan diduga bernama asli Putri Islami Regina Subarja diduga menipu warganet dengan menjual rasa iba. Mulanya ia bercerita dagangan kue ibunya ditipu orang tak bertanggung jawab.
Dalam utasnya ia menyebut ibunya rugi besar lantaran ada konsumen yang membatalkan pesanannya secara sepihak dan mendadak. Wanita ini mengaku tak tahu bagaimana membantu ibunya mengatasi kerugian besar tersebut selain melalui Twitter.
Ia menyertakan berbagai foto kue dan jajanan pasar di dalam utas tersebut. Selain itu, dalam kicauannya, Putri Islami juga menyertakan foto kue yang diklaim sebagai pesanan pelaku.
Belum sampai satu hari, unggahan wanita itu telah mendulang 32 ribu Like. Awalnya, banyak yang merasa iba dengan cerita Putri Islami. Warganet ramai-ramai memberi dukungan bahkan mengirim sejumlah uang untuk diberikan pada Putri Islami.
Namun setelah beberapa jam berlalu, warganet mengendus ada kejanggalan pada utas tersebut. Pasalnya, setelah ditelusuri, foto yang diunggah ternyata milik orang lain yang berjualan daring di Facebook.
Seorang warganet telah menghubungi pemilik foto kue yang sebenarnya lewat Facebook. Foto tersebut diambil oleh wanita pembuat utas tanpa izin.
Selain itu, foto orang yang ia sebut telah dibagikan ke orang yang membutuhkan ternyata juga diambil dari Google. Foto itu merupakan milik Shelter Dapur Umum yang diunggah akun Twitter @virawny.
Dukungan kepadanya berbalik menjadi hujatan para warganet. Mereka berbalik meminta klarifikasi atas kasus dugaan penipuan tersebut. Sebab, beberapa orang sudah kadung menjadi korbannya. Dan penipuan seperti ini bukan pertama kali terjadi. Bahkan korbannya menyasar artis kondang.
Bukan yang pertama
Kasus serupa terjadi akhir bulan lalu. Musisi Kunto Aji jadi orang yang mengungkap kasus tersebut.
Menurut pengakuan Kunto Aji yang dikutip Medcom, mulanya pemilik akun Twitter bernama @rakaikey meminta uang kepada korban sebesar Rp50 ribu melalui pesan langsung (direct message). Demi meyakinkan korban, ia menjual cerita sedih.
Pelaku meminta Kunto Aji memberi informasi lowongan kerja. Sebab dirinya mengaku hidup sebatang kara dan kehabisan uang untuk makan.
Ternyata korban pemilik akun @rakaikey bukan cuma Kunto Aji. Beberapa artis yang sudah mentrasfer uang kepadanya adalah penyanyi Fiersa Besari, pemengaruh Kristo Immanuel, dan Zarry Hendrik.
Beruntung, Kunto Aji dan mereka yang menjadi korban tak mengusut kasus tersebut. Dan Kunto pun menghapus kisahnya di Twitter setelah uangnya dikembalikan oleh sang pelaku.
Karena simpati
Para korban dari kasus penipuan semacam ini pada dasarnya bukan merasa empati, melainkan simpati. Untuk memahami bagaimana banyaknya korban bisa tertipu kasus tersebut kita perlu mengetahui dua perbedaan hal tersebut.
Psikolog dari Universitas Indonesia Firman Ramdhani seperti dikutip Detik menjelaskan, empati itu benar-benar memahami secara utuh mengapa ia bisa berpikir untuk menolong seseorang. Berkat empati juga emosi seseorang bisa muncul.
"Kalau empati secara personal kita tau dia orang seperti apa, dan kita bantu. Bantu kan enggak musti pakai duit," kata Firman.
Sebaliknya, simpati kata Firman adalah tindakan yang tak memerlukan pemahaman lebih dalam soal kesulitan orang lain. Yang muncul saat orang bersimpati adalah rasa kasihan dengan membayangkan bagaimana rasanya apabila berada di posisi orang yang kesusahan.
Rasa simpati atau iba ini yang membuat seseorang tergerak untuk membantu orang yang membuatnya iba tersebut. Termasuk memberikan uang atau melakukan hal yang diperlukan orang tersebut. Lalu mengapa korban dari modus penipuan semacam ini tak sedikit?
Kenapa korbannya masif?
Psikolog Kasandra Putranto menjelaskan masifnya korban dari kasus penipuan yang menjual rasa sedih ini tak lain adalah bangsa kita suka memang terkenal pemurah. "Pada dasarnya kita adalah bangsa yang suka membantu orang lain," kata Kasandra kepada VOI.
Namun sikap mulia tersebut kata Kasandra sudah seharusnya diimbangi dengan kecerdasan intelektual, emosional dan sosial. Sebab mereka yang masih menjadi korban penipuan ini menurut Kasandra kecerdasan intelektualnya masih terbatas.
Keterbatasan itu kata Kasandra membuat seseorang kurang bisa memahami bahwa dirinya sedang ditipu. "Tidak mampu memahami bahwa diri mengalami penipuan."
Salah satu penyebabnya kata Kasandra adalah minimnya budaya literasi. "Salah satunya memang minimnya budaya literasi," kata Kasandra.
Namun tak ada yang salah soal urusan donasi. Hanya saja, kita harus lebih waspada sebab akan selalu ada oknum yang berusaha mencari keuntungan. "Yang bukan urusan donasi saja banyak yang tertipu kok," pungkasnya.
BERNAS Lainnya
Baca juga: