Penjualan Hijab Impor Tembus 1,06 Miliar di RI, Produk Lokalnya ke Mana?
JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menyoroti soal pembelian produk hijab asal luar negeri yang tembus hingga 1,06 miliar pcs sepanjang 2022. Adapun dari jumlah tersebut, produk hijab buatan dalam negeri hanya mencapai 25 persen saja.
Hal tersebut diungkapkan oleh Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Satya Permana, Jumat, 17 November.
"Sebanyak 1,06 miliar pcs hijab dibeli oleh masyarakat tahun 2022. Dari sejumlah itu, hanya 25 persen produk dalam negeri," ujar Temmy.
Temmy menilai, harga dari produk hijab tersebut sangatlah murah, sehingga masyarakat Indonesia tergiur untuk membelinya.
"Kami tahu (Indonesia) bisa produksi hijab, tapi faktanya banyak produk luar yang masuk ke kami dan itu masuknya (harga) Rp5.000-Rp10.000 ke Indonesia," kata dia.
Dia pun sangat menyayangkan kondisi ini. Terlebih, hijab menjadi salah satu produk yang basis produksinya ada di Indonesia. Hal ini pula yang membuat pemerintah terus mengimbau kepada masyarakat untuk beralih ke produk buatan dalam negeri.
"Kenapa pak menteri kami marah-marah kemarin, ribut karena produk yang selama ini menjadi basis produksi kami. Kami, kan, negara dengan produk muslim (terbanyak) di dunia dan lebih dari satu orang dalam satu bulan pasti (membeli) hijab," terang Temmy.
Baca juga:
"Kebayang, kan, produk IKM dari dalam dan luar negeri. Ini potensinya cukup besar senilai kurang lebih Rp6 triliun untuk pasar hijab di Indonesia. Nah, itu mengapa kami mendorong kalau bisa beralih ke produk dalam negeri sehingga bisa bergerak," tambahnya.
Karena itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 tahun 2023 tentang tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE). Selain itu, pemerintah juga telah menutup penjualan lintas negara (cross border).
"Kalau untuk hijab, kan, cross border sudah ditutup. Shopee Lazada sudah tutup, tapi produk yang sudah masuk dulu terus dijual di platform itu masih banyak. Di shopee masih ditemui harga-harga murah. intinya sebenarnya ada pengawasan dari Kemendag dalam hal ini," tuturnya.
Namun, pengawasan ini masih manual, sehingga Temmy menilai, perlu ada pengawasan secara digital. Dalam Permendag 31/2023 pun juga tercantum agar ada pengawasan terhadap barang-barang di bawah HPP.
"Terkait kebijakan HPP pun kami belum atur, belum ada aturan. Sebetulnya produk hijab itu berapa sih HPP-nya? harus jadi regulasi. Di China saja itu HPP diatur, produk atau platform yang menjual di bawah HPP itu kena sanksi. Jadi, memang kami harus ada satu PR lagi," jelas dia
Selaras dengan itu, Temmy menyebut, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap implementasi Permendag 31/2023 ini dalam rentang waktu 3 bulan. Setelahnya, barulah dilihat apa saja yang perlu dilengkapi, termasuk tentang penetapan HPP dan kebijakan impornya.