Asosiasi Maskapai Minta Tarif Batas Atas Dihapus, Kemenhub: Perlu Pertimbangan

JAKARTA - Kementerian Perhubungan buka suara soal usulan penghapusan tarif batas atas (TBA) angkutan pesawat.

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, terkait penurunan TBA ini perlu mempertimbangkan banyak aspek.

Lebih lanjut, Adita menjelaskan, untuk merevisi TBA perlu mengubah serangkaian aturan, mulai dari undang-undang hingga peraturan menteri. Apalagi, jika harus menghapus TBA.

“Revisi TBA pasti harus beberapa faktor harus terpenuhi. Kita tentunya terus diskusi sama asosiasi. Nantinya kita tentu butuh ada surat dari asosiasi atau maskapai. Terus terang sampai saat ini belum ada surat resmi dari asosiasi. Makanya hal-hal itu, kita sebagai regulator harus tindaklanjut berdasarkan hitam diatas putih,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin, 13 November.

Terkait dengan penghapusan TBA, Adita mengaku belum menerima surat dari asosiasi maskapai penerbangan hingga saat ini.

“Belum ada. Saya dapat info dua atau tiga hari lalu belum ada,” tuturnya.

Lebih lanjut, Adita menjelaskan, tarif batas atas hadir sebenarnya untuk melindungi masyarakat dari sisi daya beli.

Di sisi yang lain, juga untuk memproteksi pendapatan maskapai.

“Kalau dibaca di UU yang ada kan tujuan batas atas dan bawah itu kan memproteksi dua pihak. Si operator sendiri dan juga masyarakat. Agar tidak terlalu turun itu merugikan maskapai, kalau terlalu tinggi bebankan masyarakat. Jadi ada koridornya itu. Nah kalau emang mau dihapus harus diskusi dulu gimana proteksi dua pihak,” tuturnya.

Menurut Adita, perlu adanya kajian secara menyeluruh jika diperlukan adanya perubahan aturan mengenai TBA pesawat.

Pasalnya, ada sejumlah aspek yang menjadi sorotan seperti keterjangkaun masyarakat hingga dampaknya kepada inflasi yang bersumber dari tarif.

“Kan itu bukan terkait mengubah Peraturan Menteri tentu kita akan kaji dulu ya dampaknya terhadap, tadi keterjangkauan masyarakat, kepada inflasi, kepada sektor lain. Karena misalnya di daerah timur dan kepulauan itu kan jadi alat produksi juga bukan cuma transportasi. Memang perlu dikaji dulu dampaknya,” tuturnya.