MKMK Jadwalkan Sidang Tertutup untuk 3 Hakim Konstitusi Besok

JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjadwalkan sidang tertutup untuk tiga hakim konstitusi guna mengusut laporan masyarakat soal dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, Rabu (1/11).

“Satu Pak Saldi Isra, dua Pak Manahan M.P. Sitompul, dan tiga Pak Suhartoyo,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie ditemui di gedung II MK, Jakarta, dilansir ANTARA, Selasa, 31 Oktober.

MKMK telah memeriksa tiga hakim lainnya yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih. Sementara itu, tiga hakim konstitusi lainnya, yaitu Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams, akan diperiksa pada Kamis (2/11).

“Tiga lainnya lusa. Sabar, ya,” imbuh Jimly.

Seiring dengan memeriksa para hakim, Jimly mengatakan pihaknya juga menyelesaikan pemeriksaan terhadap para pelapor. Adapun pemeriksaan kepada pelapor itu dilakukan secara terbuka.

"Sambil kita selesaikan sidang terbuka untuk mendengar keterangan para pelapor, sidang tertutup untuk mendengar para hakim," imbuhnya.

Di samping itu, Jimly mengatakan MKMK akan mengkonfrontir panitera dalam perkara tersebut. Jimly menyebut pihaknya menemukan banyak masalah dalam cara pengambilan keputusan dan prosedur persidangan.

“Intinya, banyak sekali masalah yang kami temukan, jadi dari tiga hakim ini (Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih) saja muntahan masalahnya ternyata banyak sekali,” ucap Jimly.

Jimly berharap putusan MKMK nantinya bisa menjadi solusi dari keresahan publik. Selain itu, dia berharap MKMK bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga tersebut.

Pada Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah.

Dalam gugatannya, Almas memohon syarat pencalonan peserta pilpres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Putusan itu menjadi kontroversi karena dinilai sarat konflik kepentingan. Laporan masyarakat yang menduga adanya pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus perkara itu kemudian bermunculan.

Sebelumnya, Jimly mengatakan hingga Senin (30/10), pihaknya telah menerima 18 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik para hakim MK.

"Jadi sekarang sudah ada 18 laporan, sudah nambah lagi dua laporan pada hari ini. Dari 18 itu, ada enam isu. Kemudian, ada sembilan (hakim) terlapor, tetapi (laporan) yang paling pokok, paling utama, paling banyak itu Pak Anwar Usman," ujar Jimly usai pertemuan tertutup dengan sembilan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Senin (30/10).