Menlu Inggris Cleverly Sebut Warga Gaza saat Ini Tidak Butuh Gencatan Senjata

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengatakan, warga Palestina membutuhkan bantuan daripada gencatan senjata di Gaza, menyerukan "realisme" sehingga krisis kemanusiaan yang meningkat di wilayah kantong tersebut dapat diatasi.

Menlu Cleverly menilai, seruan untuk menghentikan pertempuran terlalu dini karena belum ada indikasi dari Hamas, mereka menginginkan perdamaian dengan Israel usai serangan pada 7 Oktober yang dikatakan menewaskan 1.400 orang di Israel.

"Menyerukan gencatan senjata saat ini bukanlah hal yang dibutuhkan rakyat Palestina. Sebaliknya, realisme mengharuskan kita memberikan tekanan untuk mengatasi situasi kemanusiaan di Gaza," katanya kepada Sky News Arabia, mengutip The National News 30 Oktober.

Cleverly mengatakan, upaya sedang dilakukan untuk memastikan bantuan tidak sampai ke Hamas, yang dituduhnya mencuri dari rakyat Palestina di Gaza.

Dia juga mendukung klaim Israel, jika kelompok militan tersebut menggunakan rumah sakit dan lokasi sipil lainnya untuk melindungi jaringan terowongannya.

Lebih lanjut Menlu Cleverly menjelaskan, Inggris ingin mengamankan jeda kemanusiaan sehingga pasokan bantuan bisa dipindahkan ke Gaza, melintasi perbatasannya dengan Mesir. Namun dia tidak menyerukan gencatan senjata penuh dalam konflik tersebut.

Berbicara di kediaman Duta Besar Inggris di Abu Dhabi, UEA, Cleverly mengatakan kepada Reuters, sejumlah bantuan mengalir ke Gaza, namun jumlahnya perlu ditingkatkan secara signifikan.

"Kami bekerja secara ekstensif dengan Mesir, Israel dan negara-negara lain untuk mencoba dan melakukan jeda kemanusiaan, jeda sementara, sehingga kami bisa menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada orang-orang yang membutuhkannya," tandasnya.

Diketahui, jumlah mereka yang tewas di Gaza hingga Hari Minggu telah bertambah menjadi 7.950 orang, kata Kementerian Kesehatan Palestina di Ramallah, seperti dikutip dari CNN.

Hampir tiga perempat (73 persen) dari mereka yang tewas merupakan kelompok rentan, termasuk anak-anak, perempuan dan orang tua, menurut laporan kementerian tersebut, menambahkan lebih dari 20.000 orang terluka.

Jumlah korban tewas yang dilaporkan termasuk 116 tenaga medis, karena banyak rumah sakit yang terkena serangan militer.