Surat Penangkapan SYL Ditandatangani Firli Disoal, Novel: Dia Bukan Penyidik
JAKARTA - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menilai Ketua KPK Firli Bahuri tak berhak menandatangani surat penangkapan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Hal ini disampaikan Novel menanggapi Surat Perintah Penangkapan (Sprinkap) Syahrul. Berdasarkan dokumen yang didapat VOI, Firli menandatangani surat tersebut dengan dua atribusi yaitu Pimpinan KPK selaku penyidik.
“Dia (Firli, red) bukan penyidik tapi dia mengaku sebagai penyidik,” kata Novel kepada wartawan, Jumat, 13 Oktober.
Mengacu pada UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, Pimpinan KPK bukan bagian dari penyidik. Perundangan ini berubah setelah terjadi revisi.
Novel juga menuding penangkapan Syahrul oleh komisi antirasuah merupakan upaya menutup atau menghambat penanganan dugaan pemerasan yang ditangani Polda Metro Jaya. Dalam kasus ini, nama Firli diduga terlibat.
“Ini kalau saya melihat, saya meyakini sebagai abuse of power. Jadi upaya Firli untuk menutup atau membungkam perkara pemerasan. Ini yang bahaya,” tegasnya.
Tudingan ini disampaikan Novel bukan tanpa alasan. Dia awalnya menyinggung terbitnya Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) kasus Kementan pada 16 Juni 2023 dan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) yang ditandatangani pada 26 September 2023 atau dianggap terlalu lama.
Padahal, biasanya penerbitan LKTPK dan Sprindik hanya berjarak beberapa hari. Atau bahkan diterbitkan pada hari yang sama.
“Ini ternyata bedanya (harinya) lama. Ini menunjukkan bahwa KPK tidak buru-buru, cenderung malah enggak mau menaikkan perkara ini walaupun sudah diputuskan,” ujar Novel.
Kejanggalan berikutnya, sambung Novel, janggalnya surat panggilan pemeriksaan dan penangkapan SYL yang sama-sama diteken pada 11 Oktober 2023. Sehingga, diduga terjadi sesuatu di balik proses tersebut.
“Firli Bahuri menandatangani penangkapan, kan lucu itu. Biasanya penangkapan itu tidak harus pimpinan KPK karena penangkapan itu cukup deputi. Kalau penahanan memang pimpinan KPK walaupun dengan UU sekarang itu enggak lagi karena mereka tidak lagi penyidik,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Syahrul ditangkap di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan pada Kamis malam padahal dia harusnya diperiksa pada Jumat, 13 Oktober. Ia langsung menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK.
Penangkapan ini kemudian dianggap terburu-buru apalagi Syahrul menyatakan bakal siap mendatangi KPK. Namun, komisi antirasuah mengklaim proses ini dilakukan sesuai prosedur.
Dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi ini, KPK sudah mengumumkan Syahrul beserta dua anak buahnya, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka pada Rabu, 11 Oktober.
Baca juga:
Syahrul melalui dua anak buahnya tersebut diduga memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan. Nominalnya beragam antara 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.
Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.