Judi Online di Indonesia: Perlukah Tekan Tombol Gawat Darurat?
JAKARTA – Membicarakan soal judi di Indonesia memang seakan tidak akan pernah habis. Di saat judi konvensional seperti sabung ayam, dadu, kartu hingga lotre masih bisa ditemui di tanah air, kini di era digital muncul permainan slot yang lazim disebut judi online.
Judi online sebenarnya bukan hal yang baru. Judi online dimulai pada tahun 1994, pada saat itu telah banyak platform tersedia untuk perjudian online salah satunya yakni situs poker. Judi online dimulai pada saat Barbuda dan Antigua meloloskan Undang-Undang Perdagangan dan Pemrosesan Bebas. Tindakan ini memungkinkan organisasi untuk mendapatkan lisensi untuk kasino online mereka.
Selanjutnya, microgaming mengembangkan perangkat lunak fungsional pertama sebelum diperkenalkannya judi online, yakni perusahaan berbasis Isle of Man untuk mengembangkan perangkat lunak.
Mereka menggunakan CryptoLogic untuk keamanan perangkat lunak dan perusahaan online mereka. Setelah pembentukan Komisi Permainan Kahnawake pada tahun 1996, aktivitas judi online diatur dari Wilayah Kahnawake Mohawk. Wilayah tersebut mengeluarkan beberapa lisensi permainan untuk ruang poker dan kasino online. Melalui upaya ini, mereka menjaga transparansi dalam operasi bisnis judi online.
Tindakan larangan Perjudian Internet diperkenalkan pada 1999. Tindakan ini menyatakan bahwa perusahaan tidak bertanggung jawab untuk menawarkan produk perjudian online kepada warga negara Amerika Serikat.
Tindakan ini tidak dapat disahkan, dan undang-undang lain Perjudian multipemain online diperkenalkan pada tahun yang sama. Playtech adalah dealer langsung pertama untuk Kasino pada tahun 2003. Mereka memperkenalkan hibrida dari dunia virtual dan Kasino bata dan mortir.
Perkembangan judi online tidak terlepas dari gawai apalagi pada masyarakat di era modern yang dimanjakan dengan kecanggihan teknologi. Kemudahan masyarakat memiliki gawai menjadi celah perkembangan judi online di dunia.
Gawai menjadi sarana untuk mempermudah orang dalam melakukan transaksi judi online. Dengan satu genggaman gawai, aktivitas judi online tetap berjalan bahkan hingga 24 jam. Pandemi Covid-19 yang nyaris membuat seluruh kegiatan dilakukan secara daring makin menyuburkan judi online di masyarakat.
Adam (bukan nama sebenarnya) mengungkapkan tidak ada uang yang tersisa di tabungan setelah hampir setahun lebih bermain judi online. Pria 29 tahun ini mengaku mengenal judi online sejak 2018 dari temannya.
“Iseng, karena teman saya menang dapat motor satu. Karena tergoda, saya lalu bertanya, main apa? Dikasih tahu situsnya, saya mendaftar. Waktu itu belum sering mainnya, masih santai,” ujarnya saat berbincang dengan VOI, Minggu 8 Oktober.
Dia pun membenarkan anggapan jika judi online mendadak menjadi popular saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Selain semua hal dilakukan secara daring, Adam tertarik mencoba permainan slot karena mudah dimengerti. Dia mengatakan, judi slot online sangat sederhana dan mudah dimainkan. Untuk bermain, cukup menekan tombol spin di mesin yang terpampang di layar telepon.
Mesin kemudian akan memutar dan mengacak berbagai macam bentuk ikon atau gambar sehingga tidak diketahui secara pasti gambar apa yang muncul. Jika mesin yang berhenti berputar terdapat delapan gambar yang sama dan membentuk pola tertentu, secara otomatis menang.
Dia bercerita, awalnya uang hasil menang judi togel online sebesar Rp500.000, langsung dipertaruhkan untuk judi slot. Semalaman bermain, Adam mengaku menang Rp7 juta. “Rasanya senang dong, belum pernah menang sebesar itu,” tuturnya.
Baca juga:
Kemenangan besar itulah yang membuat Adam ketagihan. Dalam sehari dia mengaku bisa main judi slot online sampai lima kali dengan menghabiskan uang hampir Rp500.000. Sayangnya, bukan kemenangan yang didapatnya.
“Menangnya jarang dan nggak pernah sebesar menang pertama itu. Paling dapat Rp300.000, Rp200.000, kadang Rp1 juta. Kalau dipersentasekan 70 persen kalah, 30 persen menang,” imbuhnya.
Meski berkali-kali kalah, Adam tak kapok hingga uang tabungannya ludes untuk berjudi. Dia mengaku bahwa secara psikologis merasa ketika kalah maka harus mengembalikan modalnya dengan cara berjudi lagi.
Kecanduan judi online juga dirasakan Wawan (bukan nama sebenarnya). Pria 35 tahun ini bahkan mengaku tak kenal waktu saat bermain judi slot online. “Bangun tidur yang dibuka slot, makan sambil main slot, jalan-jalan sama teman saya malah main slot, karena cukup online pakai gawai kan,” tuturnya.
Seperti halnya Adam, Wawan juga mengenal judi online dari temannya yang sering memamerkan uang hasil menang judi. Diberlakukannya PPKM saat pandemi diakui membuatnya nyaris tidak ada kegiatan. Judi slot online dipilih Wawan karena dianggap lebih gampang daripada poker atau sejenisnya yang memerlukan strategi.
Mula-mula bermain judi slot, dia hanya memasang Rp10.000. Tak disangka, Wawan bisa meraup hingga Rp17 juta. “Itu kali pertama main. Rasanya waktu itu bukan senang, tapi nggak yakin kalau itu beneran. Jadi saya tunggu, cair atau nggak supaya yakin. Setelah lima hari, uang itu masuk ke rekening saya. Baru selanjutnya main terus sampai enam bulan,” imbuhnya.
Selama enam bulan, Wawan berjudi dari uang hasil kemenangan pertamanya. Waktunya untuk habis menatap layar telepon demi menjajal peruntungan. "Saya sampai mencoba kalau main jam sekian kira-kira menang atau tidak. Saya coba main tengah malam, subuh, pagi, pokoknya hampir seharian hidup saya cuma main slot aja,” katanya.
Wawan mengaku rasa penasaran dan ingin kembali menang membuatnya tak bisa lepas dari bermain judi. Kecanduan itu juga membuatnya enggan keluar rumah meskipun aturan PPKM sudah mulai longgar. Dia lebih memilih di kamar bermain judi.
Kesadarannya mulai muncul ketika Wawan kumpul bersama teman-temannya. Saat itu, dia mengaku ditegur temannya karena masih asyik bermain slot. “Ditegurlah sama teman, katanya otak saya rusak. Setelah merasa itu buruk, saya stop pelan-pelan,” tukasnya.
Setelah pandemi Covid-19 berlalu, godaan bermain judi online tidak berhenti. Apalagi, penyelenggara judi online punya strategi tersendiri untuk menarik orang tetap bermain judi. Salah satunya menggunakan jasa artis atau publik figur untuk mempromosikan lapak mereka.
Strategi itu terkuak pada Senin, 4 September, Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) melaporkan setidaknya 26 publik figur ke Bareskrim Polri atas dugaan promosi judi online atau daring melalui konten-konten di media sosial. Hal tersebut ditindaklanjuti Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri dengan melakukan pemanggilan terhadap para artis maupun influencer.
Hingga 2 Oktober, tercatat beberapa selebritas atau artis mulai dari Wulan Guritno, Yuki Kato, Cupi Cupita, hingga yang terakhir Amanda Manopo memenuhi panggilan penyidik Bareskrim. Kepada wartawan seusai pemeriksaan, mereka mengeluarkan pengakuan senada, tidak mengetahui yang mereka promosikan adalah judi online.
Wulan Guritno contohnya. Meski enggan membeberkan materi pemeriksaan, dia mengaku lega setelah memberikan keterangan pada 14 September lalu, dan menegaskan bahwa keterangan yang diberikannya bersifat klarifikasi.
Artis selanjutnya adalah Yuki Kato yang menjalani pemeriksaan pada Sabtu, 23 September. Senada dengan Wulan, Yuki tak menerangkan keterangan apa yang diberikannya kepada penyidik. Adapun penyanyi dangdut Cupi Cupita, melalui pengacaranya, mengaku tidak tahu jika permainan daring (game online) yang dia promosikan di media sosial merupakan judi online.
Cupi mempromosikan judi online pada tahun 2020 dengan honor kurang dari Rp10 juta. Dalam iklan judi online di media sosial, tampak Cupi Cupita mempromosikan dua situs web judi online yang berkamuflase sebagai permainan online, yakni Lumbung88 dan Sakti123. Situs web Sakti123 juga dipromosikan oleh artis Wulan Guritno dan sejumlah selebritis.
Artis sinetron Amanda Manopo yang selesai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Senin 1 Oktober malam, juga mengaku promosi yang dilakukannya terkait game daring. Ia mengaku tidak mengetahui tentang judi online. Dia juga mengaku tidak pernah memainkan game daring yang dipromosikannya.
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati menilai bahwa kecanduan judi online di kalangan masyarakat bisa dikatakan dalam situasi darurat. Pandemi Covid-19 yang menghancurkan banyak perekonomian keluarga menjadi faktor utama mengapa banyak orang terjebak pada judi online hingga sekarang.
Menurutnya, saat itu judi online seakan memberikan jalan alternatif kepada masyarakat yang ingin mendapatkan tambahan pendapatan. Faktor berikutnya adalah kejenuhan. Ketika aturan pemerintah terkait Covid diberlakukan banyak orang merasa terkurung di rumah dan akhirnya bosan.
Judi online yang dibalut seperti permainan gim biasa, menggoda orang-orang untuk mencoba karena bisa diakses kapan pun dan di mana pun. “Manusia itu pada prinsipnya pemain gim. Menariknya judi online daya pikatnya lewat permainan. Ini yang kemudian mendorong orang tanpa disadari terperangkap dalam judi online. Ujungnya mereka sudah kecanduan. Judi online menciptakan keseruan, membuat orang tertantang, termotivasi, dan penasaran,” terangnya.
Selain itu, orang juga tak perlu keluar banyak uang untuk mencoba peruntungan judi online. Hanya dengan uang puluhan ribu rupiah memungkinkan mereka mendapat puluhan juta. Karena itu, tidak ada seorang pun yang kebal dari potensi jebakan judi online, baik dari kelompok ekonomi maupun pendidikan bawah atau tinggi.
Devie menegaskan, judi online merupakan persoalan serius yang harus menjadi perhatian pemerintah. Sebab dalam tahapan tertentu, orang-orang yang kecanduan judi online bisa bertindak hingga merugikan orang lain. Dia menilai, butuh penanganan lebih dari sekadar hukum untuk mengatasi persoalan judi online.
“Kalau Anda kecanduan miras atau narkoba, cara untuk lepas dengan memisahkan benda itu dari diri Anda. Tapi bagaimana kalau barang itu ada di dalam kepala Anda? Susah sekali untuk menghilangkan image itu dari kepala agar terlepas dari kecanduan. Di situ orang suka salah berasumsi bahwa judi online tidak berbahaya. Padahal ini krusial karena menempel di benak Anda,” terangnya.
Devie mencontohkan kasus kriminal yang melibatkan pemuda di Situbondo mencuri sapi milik orangtuanya karena terlilit utang akibat judi online. Atau kasus seorang petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta, yang membuat laporan palsu menjadi korban begal ke polisi karena takut dimarahi istrinya lantaran uang THR sebesar Rp4,4 juta dipakai untuk judi online.
“Dua kasus itu merupakan contoh kecanduan judi online yang berujung pada perbuatan kriminal. Di negara maju seperti Eropa, pemerintah setempat menyediakan bantuan psikolog bagi pecandu judi online atau gim online. Mungkin ini juga harus dilakukan pemerintah Indonesia,” tutup Devie.