Judi, Kalah Bikin Penasaran, Menang tetap Ketagihan

JAKARTA – Judi, kata ini mungkin menjadi salah satu kata yang paling popular di kalangan masyarakat. Mulai dari kalangan berada, menengah hingga miskin, orang tua, remaja hingga anak-anak tak asing dengan kata judi.

Apalagi judi memiliki banyak varian permainan. Sebut saja poker, black jack yang biasanya dimainkan di kasino-kasino, atau togel, cap jie kie dan dadu yang familiar di masyarakat bawah hingga yang “kekinian” yakni permainan slot yang kerap dikenal sebagai judi online.

Dikutip dari National Geographic, judi merupakan salah satu kegiatan tertua umat manusia. Hal itu terbukti dengan tulisan dan peralatan terkait judi yang ditemukan di banyak makam dan tempat lain. Selain itu, judi adalah kegiatan yang banyak diatur, dalam arti sangat dibatasi atau bahkan dilarang.

Aturan soal judi sudah ada sejak dalam hukum China Kuno dan Romawi serta dalam Talmud Yahudi dan juga oleh Islam dan Buddha. Di Mesir kuno, misalnya, para penjudi dapat dihukum kerja paksa di tambang. Judi juga erat dikaitkan dengan undian.

Alkitab memuat banyak referensi tentang pemberian undian untuk membagi harta, seperti ditulis di Britannica. Salah satu contoh yang terkenal adalah pengundian oleh para penjaga Romawi (yang kemungkinan besar berarti bahwa mereka melemparkan tulang-tulang buku jari) untuk menentukan pakaian Yesus selama Penyaliban.

Namun, di zaman kuno, melemparkan undian tidak dianggap sebagai perjudian dalam pengertian modern, tetapi dikaitkan dengan takdir atau nasib yang tak terhindarkan. Para antropolog juga menunjukkan fakta bahwa perjudian lebih lazim di masyarakat di mana ada kepercayaan luas pada dewa dan roh yang kebaikannya dapat dicari.

Pengundian, tidak jarang memakai dadu, telah digunakan di banyak budaya untuk menegakkan keadilan dan menunjukkan penjahat di pengadilan. Di Swedia, praktik ini masih berlangsung hingga akhir tahun 1803. Adapun di Yunani, kata untuk keadilan dalam bahasa Yunani, yakni dike, berasal dari kata yang berarti “melempar”, dalam arti melempar dadu.

Perjudian terorganisir, yakni dalam skala yang lebih besar dan disetujui oleh pemerintah dan otoritas lain untuk mengumpulkan uang, dimulai pada abad ke-15 dengan bentuk lotere. Dengan munculnya rumah judi legal di abad ke-17, para ahli matematika mulai menaruh minat serius pada permainan dengan peralatan pengacakan (seperti dadu dan kartu), yang darinya berkembang bidang teori probabilitas.

Mengesampingkan judi di China Kuno maupun di Romawi dan Yunani Kuno, ajang taruhan olahraga resmi yang terorganisir bisa dibilang berasal dari akhir abad ke-18. Kira-kira pada waktu itu mulai terjadi perubahan bertahap, meskipun tidak teratur, dalam sikap resmi terhadap perjudian, dari menganggapnya sebagai dosa menjadi menganggapnya sebagai kejahatan dan kelemahan manusia dan, akhirnya, melihatnya sebagai aktivitas yang sebagian besar tidak berbahaya dan bahkan menghibur.

Di Indonesia judi sudah ada sejak zaman dulu. Masyarakat Indonesia tentu mengetahui bahwa dalam cerita Mahabharata, para Pandawa dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi dadu melawan Kurawa. Belajar dari sejarah, salah satu raja terkenal di tanah air, Ken Arok (Sri Ranggah Rajasa) – pendiri Kerajaan Singhasari – saat remaja dikenal sebagai pemuda yang gemar berjudi.

Jangan lupakan juga acara sabung ayam yang menjadi salah satu bentuk permainan judi paling tradisional di Indonesia yang masih kerap berlangsung sampai sekarang. Ketika VOC datang ke Indonesia sekitar tahun 1620, mereka memberikan izin ke semua rumah judi entah yang ada di dalam benteng Batavia ataupun di luar benteng. VOC mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari rumah judi tersebut karena diterapkannya pajak yang tinggi.

Sejak masa Souw Beng Kong, Kapitan Tionghoa pertama di Batavia, rumah judi resmi telah berdiri. Souw Beng Kong tak hanya mengurus tempat judi tapi juga pembuatan koin dan rumah timbang untuk barang-barang orang Tionghoa. Ia juga diberi hak menarik cukai sebesar 20 persen dari pajak judi yang dikenakan VOC kepada para pemilik rumah judi.

Judi kartu dan dadu, atau disebut juga po, cukup beken di kalangan penggemar judi di Batavia. Masyarakat Tionghoa pada masa itu pun juga sudah memperkenalkan judi capjiki. Permainan lotere ala Eropa atau Belanda baru masuk Hindia Belanda pada pertengahan abad ke-19.

Ada pula judi dalam bentuk lotre yang muncul sejak tahun 1960-an yang zaman itu lebih dikenal dengan nama lotre buntut. Pada masa itu, di Bandung ada lotre yang disebut Toto Raga sebagai upaya pengumpulan dana mengikuti pacuan kuda. Sedangkan di Jakarta semasa Gubernur Ali Sadikin muncul undian lotre yang diberi nama Toto dan Nalo (Nasional Lotre).

Tahun 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No 113 Tahun 1965 yang menyatakan lotre buntut merusak moral bangsa dan masuk dalam kategori subversi. Memasuki Orde Baru, lotre ini terus berkembang. Tahun 1968, Pemda Surabaya mengeluarkan Lotto (Lotre Totalisator) PON Surya yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan olahraga, hanya berdasarkan undian. Tujuannya menghimpun dana bagi PON VII yang akan diselenggarakan di Surabaya tahun 1969.

Pada tahun 1974, Toto KONI dihapus. Pemerintah melalui Menteri Sosial Mintaredja (saat itu) mulai memikirkan sebuah gagasan untuk menyelenggarakan forecast sebagai bentuk undian tanpa menimbulkan ekses judi. Setelah studi banding selama dua tahun, Depsos berkesimpulan, penyelenggaraan forecast Inggris dilaksanakan dengan bentuk sederhana dan tidak menimbulkan ekses judi. Selain itu, perbandingan yang diperoleh penyelenggara tebakan, pemerintah, dan hadiah bagi si penebak 40-40-20.

Tahun 1976, setelah meminta penilaian lagi dari Kejaksaan Agung, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dan Departemen Dalam Negeri, rencana Depsos untuk menyelenggarakan forecast tidak mendapat tantangan dan merencanakan pembagian hasil 50-30-20. Rencana itu belum bisa terlaksana, karena Presiden Soeharto bersikap hati-hati dan meminta untuk dipelajari lebih dalam lagi.

iLUSTRASI Judi Bola ( DOK: Neersyde)

Tanggal 28 Desember 1985, Kupon Berhadiah Porkas Sepakbola diresmikan, diedarkan, dan dijual. Porkas dimaksudkan menghimpun dana masyarakat untuk menunjang pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga Indonesia. Porkas lahir berdasarkan UU No 22 Tahun 1954 tentang Undian, yang antara lain bertujuan agar undian yang menghasilkan hadiah tidak menimbulkan berbagai keburukan sosial.

Berbeda dari Toto KONI, Porkas tidak ada tebakan angka, melainkan penebakan M-S-K atau menang, seri, dan kalah. Perbedaan lain, kalau Toto KONI beredar sampai ke pelosok daerah, maka Porkas beredar hanya sampai tingkat kabupaten dan anak-anak di bawah usia 17 tahun dilarang menjual, mengedarkan, serta membelinya.

Kupon Porkas ini terdiri atas 14 kolom dan diundi seminggu sekali, setelah 14 grup sepakbola melakukan 14 kali pertandingan. Jadwal pertandingan ditentukan oleh PSSI dari jadwal di dalam dan luar negeri. Setiap pemegang kupon yang tahun 1985 senilai Rp 300 menebak mana yang menang (M), seri (S), dan kalah (K). Penebak jitu 14 kesebelasan mendapat hadiah Rp 100 juta.

Akhir tahun 1987, Porkas berubah nama menjadi Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB) dan bersifat lebih realistis. Dalam SOB ada dua macam kupon, kupon berisi tebakan sepakbola. Kali ini yang ditebak pada kupon tidak lagi menang-seri-kalah seperti pada Porkas, tetapi juga skor pertandingan, bahkan skor babak pertama dan babak kedua. Kupon SOB kedua berisi tebakan sepakbola dan tebakan huruf.

Ya, judi memang tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Apalagi di tengah himpitan masalah ekonomi, godaan memperoleh uang secara instan melalui judi terdengar menggiurkan. Herman (bukan nama sebenarnya) contohnya. Pria yang kini berusia 57 tahun itu mengaku sudah bermain judi sejak remaja.

Dia sudah mencoba berbagai macam jenis judi mulai dari dadu, togel, cap jie kie maupun lotre. Bahkan, kebiasaan bermain judi tidak berhenti meski telah pensiun dari pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Awalnya hanya iseng saja, Mas. Pertama pasang kalah, jadi penasaran. Sekalinya menang malah jadi pengin pasang lagi. Mungkin itu yang sering disebut orang, kalah bikin penasaran, menang jadi ketagihan,” ujar Herman saat berbincang dengan VOI, Minggu 8 Oktober.

Bapak dari tiga orang anak ini mengungkapkan, sejak judi konvensional seperti dadu dan lotre semakin sulit ditemukan, dia memilih memasang lotre yang disebutnya lotre Singapura.

“Kita nyebutnya gitu (lotre Singapura), meski uang pasangannya ada yang ngepul (mengumpulkan) di sini. Terserah mau (pasang) berapa nomor, bebas. Taruhannya sih biasa mulai dari lima ribu. Nanti kalau sudah keluar tinggal kita lihat di hp,” terang Herman.

Pengakuan Herman soal kalah penasaran dan menang ketagihan dalam judi bisa jadi ada benarnya. Mantan bandar judi, Dennis Lim mengungkapkan bahwa pemain judi itu tidak disetting untuk menang. Pemain judi hanya bisa menang cuma dengan dua cara, dikasih bandar atau jadi bandar.

“Kalau sekali-kali pemain judi itu menang, itu adalah ketika dikasih menang oleh bandar. Bandar sengaja memberi menang agar pemain makin terus ingin menang,” ujarnya seperti dikutip dari kanal youtube Arie Untung.

Cara yang pertama, itu merupakan strategi bandar memainkan psikologis penjudi. Makanya sekali-kali dikasih menang. Kalau sudah pernah menang, maka nafsu ingin menang terus akan semakin besar. “Kalau sudah begini, maka si penjudi dengan segala cara mempertaruhkan harta yang dimilikinya untuk memenuhui nafsu menangnya itu,” tambah Dennis Lim.

Maraknya kasus kecanduan judi menurut dr Adhi Wibowo Nurhidayat, Sp.KJ (K) MPH dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia disebabkan oleh perjudian patologis atau perjudian kompulsif membuat seseorang tidak mampu menahan keinginan untuk berjudi. Hal ini dapat menyebabkan masalah keuangan yang parah, kehilangan pekerjaan, kejahatan atau penipuan, dan kerusakan hubungan keluarga.

Dia menjelaskan, perjudian kompulsif paling sering dimulai pada awal masa remaja pada pria, dan antara usia 20 dan 40 tahun pada wanita. “Orang-orang dengan gangguan perjudian kompulsif mengalami kesulitan menahan atau mengendalikan dorongan untuk berjudi. Otak mereka bereaksi terhadap impuls ini dengan cara yang sama seperti bereaksi terhadap seseorang yang kecanduan alkohol atau obat-obatan,” kata Adhi, Kamis 5 Oktober.

Alexandra Adeline, M.Psi, psikolog dari Mind and Behaviour Clinic Ciputra Medical Center mengatakan bahwa Gambling Addiction atau yang biasa disebut Compulsive Gambling merupakan kondisi dimana seseorang tidak mampu menahan dorongan untuk terus berjudi atau mempertaruhkan sesuatu tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang dapat menimpanya.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang kecanduan judi, antara lain sensasi perasaan tegang saat menunggu hasil menang atau kalah saat berjudi menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi pemain. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya aktivitas di area otak yang terhubung dengan saraf Dopamin (suatu neurotransmitteryang terbentuk di otak yang berfungsi memberi sinyal antar sel saraf atau sel saraf dengan sel lainnya).

Kedua, adalah target oriented dimana faktor kebiasaan pada seseorang untuk lebih berorientasi pada hasil daripada proses dalam usahanya mencapai sesuatu. Ketiga, terbentuknya hormon endorfin di dalam tubuh yang berkaitan dengan kesenangan saat seseorang sedang bermain judi.

“Bahkan ketika seseorang kalah, tubuh masih tetap memproduksi adrenalin dan endorfin. Pada tahap ini, motivasi seseorang untuk bermain judi bukan lagi soal mendapatkan keuntungan, melainkan sebagai sarana hiburan bagi dirinya sendiri,” tutup Alexandra.

Ketegasan penegak hukum dalam memberantas perjudian yang marak di Indonesia jugga ditegaskan langsung Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Mantan Kapolda Banten ini menegaskan jika ada anggota kepolisian yang terlibat dalam tindakan pidana perjudian akan disikat tanpa pandang bulu.

"Saya tidak memberikan toleransi kalau masih ada kedapatan, pejabatnya saya copot, saya tidak peduli apakah itu Kapolres, apakah itu Direktur, apakah itu Kapolda saya copot. Demikian juga di Mabes tolong untuk diperhatikan akan saya copot juga," kata Sigit

Ketegasan Sigit menunjukkan permainan judi baik di darat maupun online semua harus ditindak. Mantan Kabareskrim ini mengucapkan hingga dua kali untuk mengingatkan kepada semua jajaran kepolisian terkait tindak pidana perjudian.

Mulai dari beberapa waktu lalu, saya sudah perintahkan yang namanya perjudian, saya ulangi yang namanya perjudian apapun bentuknya apakah itu darat, apakah itu online semua itu harus di tindak. Saya ulangi yang namanya perjudian apakah itu judi darat, judi online, dan berbagai macam bentuk pelanggaran tindak pidana lainnya harus di tindak," ujar Sigit.