Presiden Tsai Sebut Taiwan Mengupayakan Hidup Berdampingan Secara Damai dengan China
JAKARTA - Presiden Tsai Ing-wen mengatakan dalam pidato nasional terakhirnya Hari Selasa, Taiwan mengupayakan hidup berdampingan secara damai dengan Tiongkok melalui interaksi yang bebas dan tidak terbatas, namun mereka akan menjadi negara demokratis untuk generasi mendatang.
Berbicara di depan kantor kepresidenan, Presiden Tsai mengatakan kekuatan dukungan internasional terhadap Taiwan, telah mencapai "ketinggian yang belum pernah terjadi sebelumnya".
"Karena ini saatnya kita bisa menghadapi dunia dengan percaya diri dan tekad, kita juga bisa tenang dan percaya diri dalam menghadapi Tiongkok, menciptakan kondisi untuk hidup berdampingan secara damai dan pembangunan di masa depan di Selat Taiwan," ujarnya, melansir Reuters 10 Oktober.
Kendati demikian, Presiden Tsai mengatakan sudah menjadi tugasnya untuk menjaga kedaulatan Taiwan dan cara hidup demokratis dan bebas, mengupayakan interaksi yang bebas, tidak terbatas, tidak terbebani antara Taiwan dan penduduk China.
Presiden Tsai menambahkan, perbedaan antara Taiwan dan Tiongkok harus diselesaikan secara damai, dan mempertahankan status quo adalah hal yang "penting" untuk menjamin perdamaian.
Taiwan, yang diklaim oleh Tiongkok sebagai wilayahnya, semakin mendapat tekanan militer dan politik dari Beijing, termasuk dua rangkaian latihan perang besar-besaran Tiongkok di dekat pulau itu sejak Agustus tahun lalu, yang meningkatkan kekhawatiran akan konflik yang akan berdampak global.
Dalam menghadapi ancaman Tiongkok, Taiwan berbesar hati dengan dukungan dari negara-negara demokrasi lainnya, terutama Amerika Serikat dan sekutunya.
"Dengan percaya diri, kami akan menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Taiwan bermartabat, mandiri, hangat, dan baik hati. Rakyat Taiwan bahagia menjadi rakyat dunia dan akan menjadi rakyat demokratis dan bebas untuk generasi mendatang," kata Presiden Tsai.
Menanggapi itu, Kementerian Luar Negeri China pada Hari Selasa menyebut, otoritas Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa sebagai "ancaman terbesar" terhadap perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, karena "mencari kemerdekaan dan provokasi".
"Tidak peduli apa yang dikatakan atau dilakukan oleh otoritas DPP, mereka tidak dapat mengubah fakta Taiwan adalah bagian dari Tiongkok. Hal ini tidak akan mengubah tren umum, Tiongkok pasti akan bergerak menuju reunifikasi," kata juru bicara kementerian Wang Wenbin dalam konferensi pers.
Baca juga:
- Hamas Peringatkan akan Bunuh Satu Sandera untuk Setiap Serangan Israel yang Mengenai Warga Sipil Gaza
- Balasan Israel Bakal Mengubah Timur Tengah, PM Netanyahu: Apa yang akan Dialami Hamas Sulit dan Mengerikan
- Israel Kerahkan 300 Ribu Tentara Cadangan dan Pindahkan 35 Brigade ke Perbatasan, Pengamat Prediksi Serangan Darat ke Gaza
- Menteri Pertahanan Perintahkan Blokade Total, Pengamat: Hamas Sudah Membuat Aib Besar Bagi Israel
Beijing mengatakan pemerintah Taiwan harus menerima, China dan Taiwan adalah bagian dari "satu China", namun Presiden Tsai menolak melakukannya.
Diketahui, Taiwan merayakan 10 Oktober sebagai hari nasional, menandai pemberontakan pada tahun 1911 yang mengakhiri dinasti kekaisaran terakhir China dan beralih ke Republik China.
Pemerintahan republik melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949, setelah kalah dalam perang saudara dengan komunis pimpinan Mao Zedong yang mendirikan Republik Rakyat Tiongkok.