Kereta Cepat Jakarta Bandung dengan Segala Plus Minusnya adalah Sejarah dan Peradaban Transportasi Indonesia
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja meresmikan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang dberi nama Whoosh. Jokowi mengatakan Whoosh merupakan kereta api berkecepatan tinggi pertama di Indonesia dan Asia Tenggara.
Nama Whoosh yang dipilih untuk kereta cepat ini adalah kependekan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat.
“Dengan mengucap bismillahirahmanirahin, Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh, saya nyatakan dioperasikan,” kata Presiden Jokowi saat peresmian di Stasiun KCJB Halim, Jakarta, 2 Oktober.
Pengerjaan proyek KCJB mendapat kritik pedas. Ekonom Faisal Basri pernah menyebut proyek ini tidak layak secara binis sehingga hampir pasti sulit balik modal. Ia bahkan berani mengklaim bahwa sampai kiamat pun proyek tersebut tidak akan menutup investasi yang sudah keluar.
“Diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal,” kata Faisal.
Tulang Punggung Transportasi dan Penggerak Ekonomi
Pro kontra pembangunan perkeretaapian di Indonesia tidak hanya terjadi sekarang. Pada masa Kolonial Pemerintah Hindia Belanda juga pernah terjadi hal serupa 150 tahun yang lalu, ketika akan membangun perkeretaapian di Pulau Jawa.
Sempat terjadi perdebatan yang cukup lama di kalangan akademisi dan pejabat Pemerintah Hindia Belanda baik yang berada di Indonesia maupun di Belanda selama lebih dari 25 tahun sebelum memutuskan pencangkulan pertama pada 17 Juni 1864 di Semarang.
Padahal menurut pengamat transportasi Djoko Setijoworno, kehadiran Kereta Cepat Jakarta Bandung menandai sejarah dan peradaban transportasi di Indonesia. Bagi Djoko, kereta cepat adalah masa depan transportasi di Indonesia meski menuai kontroversi.
“Perdebatan itu tidak terjadi hanya di Indonesia, namun juga di banyak negara. Mungkin hanya di negara China tidak terjadi pro dan kontra, karena sistem politik negaranya tidak memberikan ruang diskusi berkepanjangan,” kata Djoko dalam keterangannya.
Perdebatan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung ini mengarah pada besarnya biaya yang dikeluarkan. Biaya proyek menjadi Rp114,24 triliun atau membengkak Rp27,09 triliun dari rencana semula sebesar Rp86,67 triliun.
Selain biaya yang membengkak, target penyelesaian Kereta Cepat Jakarta Bandung ini juga molor dari semula ditargetkan rampung pada 2019 mundur ke tahun 2023. Bengkaknya biaya proyek serta target penyelesaian yang molor diakibatkan pandemi COVID-19 yang telah menurunkan sektor perekonomian dunia dan berdampak pada kelangsungan pembangunan KCJB.
Menurut Djoko, Indonesia perlu belajar dari China yang menjadikan konektivitas melalui kereta cepat sebagai tulang punggung transportasi sebagai penggerak ekonomi, bukan jalan tol atau pesawat terbang.
“Setelah kereta cepat di China berjalan, mereka pindahkan transportasi barang pakai kereta konvensional, sehingga jalur transportasi barang dan orang benar-benar terpisah, dan frekuensi logistik bisa tinggi dan bersaing,” Djoko menjelaskan.
Membangun Citra Melalui KCJB
Sementara itu, pakar bisnis Rhenald Kasali menilai proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung bukan hanya soal hitung-hitungan bisnis. Soal proyek KCJB akan sulit balik modal mungkin benar adanya, tapi dia melihat ini adalah soal ‘branding’ atau membangun ‘image’ sebuah negara.
Apalagi, Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang memiliki kereta peluru. Sebelumnya, negara tetangga, Malaysia dan Singapura, juga sempat membangun proyek kereta cepat atau High Speed Rail (HSR) yang menghubungkan Kuala Lumpur dan Jurong.
Tapi Malaysia membatalkan proyek tersebut pada 2020 karena setelah melakukan penghitungan ulang, investasi proyek kereta cepat dinilai sangat memberatkan. Saat dibatalkan tiga tahun lalu, proyek kereta cepat tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar 17 miliar dolar AS, atau nyaris Rp265 triliun menurut kurs saat ini.
"Ada juga yang bilang buat apa bangun Kereta Cepat Jakarta-Bandung sekarang kan udah ada flyover jalannya jadi cepat. Tetap menurut saya kita butuh reputasi. Coba apakah saudara tidak bangga, tadi ada gambarnya kan, transportasi kita sudah bertambah," kata Rhenald Kasali dalam acara Hub Space X KAI Expo 2023 di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat, 29 September lalu.
"Bagaimana kemudian pelabuhan dibangun, kereta api dibangun. Saya kira ini membanggakan dan saya senang sekali melihat prestasi dan negara saya lebih dihargai dibandingkan masa-masa lalu," imbuhnya.
Selain soal KCJB, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) juga banyak dikritik orang. Menurut sejumlah kalangan, sekarang bukan saat yang tepat untuk membangun JTTS karena belum benar-benar dibutuhkan.
Padahal, ini bukan hanya sekadar waktu yang tepat tapi juga keadilan pembangunan di semua wilayah. Dituturkan Rhenald, jika pembangunan hanya fokus pada kawasan Jawa atau Jakarta akan menimbulkan masalah keadilan.
“Ini bukan hanya soal waktu, tapi ada aspek kemerataan keadilan. Kalau kalian jadi orang Sumatera, apakah tidak merasa ‘kok Jawa semua yang dibangun?’. Menurut saya kalau dibangun di Jawa saha atau Jakarta saja akan ada masalah keadilan, jadi keterhubungan itu penting,” pungkasnya.