Kecerdasan Buatan Diharapkan Bisa Kawal Demokrasi di Masa Depan

JAKARTA – Pesatnya kemajuan teknologi dan transformasi sosial menuntut parlemen di seluruh dunia untuk tidak hanya beradaptasi terhadap perubahan, tetapi juga secara proaktif turut membentuk masa depan melalui respons kebijakan yang tepat bagi masyarakat. 

Parlemen harus mampu merumuskan pendekatan inovatif terhadap tantangan yang muncul akibat teknologi baru, termasuk kecerdasan buatan (AI), terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan kesejahteraan rakyat. 

Di tengah latar belakang global yang krusial ini, Delegasi Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI berpartisipasi mencari solusi bersama parlemen dunia yang tergabung dalam Inter-Parliamentary Union (IPU) pada KTT Komite Masa Depan Dunia (Summit of the Committees of the Future) di Montevideo, Uruguay.

Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon yang menjadi salah satu panelis utama dalam pleno bertema Challenges in Parliamentary Work in an Era of Change, berbagi pandangannya terkait strategi parlemen untuk merangkul masa depan dan mengatasi tantangan teknologi baru melalui kerja sama internasional. 

Ia, menyoroti tantangan utama dalam mengintegrasikan teknologi dalam kerja-kerja parlemen.

Fadli menilai, pentingnya memupuk budaya integritas dan perubahan struktural di dalam lembaga legislatif untuk memfasilitasi adopsi sistem baru dan inovasi teknologi. 

Menggarisbawahi pentingnya pengembangan kapasitas, ia juga memaparkan masih ada kekurangan dalam keterampilan digital, pengetahuan teknis, dan literasi informasi dalam parlemen. 

"Oleh karena itu, penting bagi parlemen untuk memanfaatkan potensi teknologi secara efektif melalui dukungan sumber daya dan pengetahuan teknis," urai Fadli, dalam keteranganya, Rabu, 27 September

Fadli Zon juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa inovasi teknologi harus benar-benar mencapai seluruh lapisan masyarakat, termasuk komunitas dan kelompok yang terpinggirkan, sekaligus menjaga nilai-nilai demokrasi dalam perkembangannya. 

"Demokrasi bukan hanya sekedar sistem pemerintahan, melainkan seperangkat prinsip etis yang memastikan perwakilan, akuntabilitas, dan transparansi. Pengembangan teknologi tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip dasar itu," tuturnya.

“Maka penting bagi parlemen, melalui fungsinya, untuk membentuk kebijakan yang menjamin privasi dan keamanan data guna melindungi hak warga negara, mengatasi kesenjangan digital dan memastikan akses teknologi yang setara, memperkuat keamanan siber dan melawan disinformasi yang dapat membahayakan integritas lembaga-lembaga demokrasi, serta mewaspadai potensi bias algoritma (algorithmic bias) dalam penggunaan data dan teknologi guna memastikan pengambilan keputusan yang adil dan setara,” sambung Fadli Zon

Mengenai tantangan yang ditimbulkan oleh Kecerdasan Buatan (AI) Generatif, Fadli Zon menganjurkan pengembangan AI yang etis dan bertanggung jawab. "Sangat penting untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara mendorong inovasi dan melindungi dari potensi bahaya yang ditimbulkan teknologi baru," ujarnya.

Fadli menekankan perlunya kerangka regulasi yang kokoh, namun juga fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan teknologi yang terus berlangsung.

Mengenai insentif untuk mendorong pengembangan kapasitas dan investasi dalam sektor berbasis AI, Fadli Zon merekomendasikan pendekatan multi-aspek termasuk insentif pajak, hibah penelitian, dan kemitraan antara sektor pendidikan dan industri. 

Ia menekankan pentingnya membina tenaga kerja yang terampil melalui pendidikan, serta pusat penelitian dan pengembangan teknologi yang memadai.

“Mendorong kemitraan antara pemerintah dan swasta melalui public-private-partnership juga dapat menarik investasi dan mempromosikan inovasi AI,” ujarnya.

Pada paparannya, Ketua BKSAP juga menekankan pentingnya mengidentifikasi area dan demografi kunci yang memerlukan perhatian khusus dalam pengembangan AI untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko. 

Ia mendorong penerapan langkah-langkah pengamanan yang kuat dalam infrastruktur penting seperti layanan kesehatan publik, keuangan, dan transportasi publik, serta menekankan perlunya pengawasan ketat di sektor-sektor yang di masa depan akan sangat bergantung pada AI.

Ia kemudian menambahkan, dalam pengembangan dan pengawasan implementasi teknologi baru, parlemen harus melindungi populasi yang rentan dan marjinal dari potensi bias dan diskriminasi algoritmik yang melekat dalam sistem AI. 

"Merupakan tanggung jawab parlemen untuk merumuskan legislasi yang menegakkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan kesetaraan dalam teknologi.” katanya.

Mengakhiri paparannya, Fadli Zon juga menekankan komitmen Indonesia untuk melindungi dan memajukan transformasi digital bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui inisiatif kebijakan, seperti UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. 

“Kami akan terus berupaya untuk mendorong diversifikasi ekonomi dan inovasi, sekaligus memastikan perlindungan sosial yang kuat dan inklusif bagi segmen masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan teknologi,” ujarnya.