Usulan Lockdown Akhir Pekan Bikin Pengusaha Hotel dan Restoran Menjerit
JAKARTA - Usulan lockdown akhir pekan di DKI Jakarta belakangan ini mencuat ke publik. Kalangan pengusaha pun merespons usulan itu. Salah satunya dari industri perhotelan dan restoran, mereka menolak rencana tersebut. Bukan tanpa alasan, rencana ini dianggap mendadak dan memberatkan pelaku usaha.
Ketua Badan Pimpinan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Sutrisno Iwantono mengatakan pandemi COVID-19 yang terjadi berbulan-bulan sangat memukul industri perhotelan Tanah Air. Segala pembatasan kegiatan yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus juga turut membuat hotel dan restoran tumbang satu per satu.
Sutrisno mengatakan jika usulan lockdown akhir pekan tetap diberlakukan ratusan restoran akan gulung tikar. Hal ini karena pengusaha sudah tidak mampu untuk bertahan dari gempuran pandemi dan segala pembatasan kegiatan masyarakat yang diberlakukan sebelumnya.
"Jika opsi (lockdown akhir pekan) ini berjalan, bisa dipastikan penutupan restoran secara permanen akan mencapai sekitar 750. Penutupan usaha bisnis secara permanen berarti tingkat pengangguran pun bertambah," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 5 Februari.
Kata Sutrisno, PHRI Pusat telah melakukan survey di bulan September 2020 terhadap 9.000 lebih restoran di seluruh Indonesia, dengan 4.469 responden. Hasilnya, ditemukan sekitar 1.033 restoran yang tutup permanen. Bahkan, sejak bulan Oktober 2020 sampai sekarang, bisa diperkirakan sekitar 125 hingga 150 restoran yang tutup per bulan.
Baca juga:
Usulan lockdown akhir pekan ini, kata Sutrisno, juga akan sangat berdampak pada cash flow atau arus kas perusahaan di tengah usaha untuk bertahan dan bangkit di masa pandemi COVID-19 ini.
Tak hanya itu, menurut dia, saat ini sudah mulai banyak reservasi untuk acara-acara pertemuan dan pernikahan dalam skala kecil di hotel dan restoran. Namun, dengan adanya wacana lockdown di akhir pekan tentunya akan berdampak dalam pembatalan dan pengembalian pembayaran.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kebijakan tersebut hanya akan membuat hotel dan restoran berada di dalam situasi yang sangat terpuruk. Khusus untuk hotel, tamu pun harus check out lebih awal dari seharusnya, karena mereka tidak boleh keluar dari area hotel pada saat lockdown sedang berjalan.
Karena itu, pengusaha meminta pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan kebijakan yang sifatnya kejutan. Sebab, kebijakan yang bersifat kejutan membuat pengusaha kesulitan merespons hal tersebut.
Sutrisno pun meminta pemerintah menggelar dialog jika akan mengeluarkan kebijakan. Apalagi sektor ini terpukul paling awal karena pandemi dan diperkirakan paling akhir untuk mkembali pulih.
"Kita minta pemerintah khususnya Pemda DKI sebelum mengeluarkan kebijakan bisa mengadakan dialog dulu dengan pelaku usaha secara umum. Khususnya kalau di bidang kami adalah hotel dan restoran karena hotel dan restoran sektor yang paling terpuruk di antara sektor-sektor lain. Kita pertama terkena kelihatannya kami paling akhir recovery," jelasnya.
Pengusaha minta keringanan pajak
Untuk dapat bertahan menghadapi ketidakpastian akibat pandemi COVID-19, kata Sutrisno, PHRI meminta adanya skema bantuan bagi bisnis hotel dan restoran yang mengalami kerugian akibat kebijakan pengetatan ini. Di antaranya Pajak Restoran (Pb1) agar tidak disetorkan ke Pemprov DKI Jakarta tetapi digunakan untuk menolong pelaku usaha.
"Lalu, pembebasan PBB untuk hotel dan restoran independent, pembebasan pajak reklame hotel dan restoran. Kemudian pengurangan pembayaran biaya listrik dan air," tuturnya.
Tak hanya itu, Sutrisno mengatakan, pelaku usaha juga meminta adanya penambahan jam operasional hingga kapasitas tempat bagi hotel maupun restoran yang sudah menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
"Kita menyampaikan usulan terhadap opsi lockdown akhir pekan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk mempertimbangkan pengecualian untuk buka sampai pukul 21:00 WIB dengan kapasitas duduk makan menjadi 50 persen," ujarnya.
Selain itu, PHRI juga meminta agar pemda DKI Jakarta tidak memberlakukan kebijakan lockdown akhir pekan sama rata untuk semua bisnis. Sebab, ini akan memperburuk situasi ekonomi.
"Sehingga mohon dipertimbangkan kelonggaran bagi Pelaku Usaha yang sudah dengan sangat ketat menjalankan protokol kesehatan," tuturnya.
Kemudian, PHRI juga mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta dengan berbagai pihak terkait melakukan edukasi kepada masyarakat secara terus menerus dan mendisiplinkan masyarakat. Terutama pada klaster utama penularan, di tingkat RT/RW kelurahan dan kecamatan.
"Karena penularan di tingkat masyarakat sendiri masih tinggi sekali," jelasnya.
Terakhir, kata Sutrisno, PHRI mengusulkan untuk memperbanyak fasilitas umum cuci tangan, penyediaan masker dan jika mungkin diberikan face shield untuk masyarakat terutama di klaster utama penular. Sementara khusus untuk pusat perbelanjaan dapat disediakan GeNose.
Pemda DKI Jakarta tak akan menetapkan kebijakan lockdown akhir pekan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membantah dirinya pernah mengkaji dan mempertimbangkan usulan lockdown atau kuncitara di akhir pekan. Setelah sebelumnya muncul penolakan dari para pelaku usaha terkait usalan tersebut.
"Kami tidak di dalam posisi mempertimbangkan apalagi menetapkan bahwa akan ada lockdown di akhir pekan di Jakarta. itu tidak benar," kata Anies dalam tayangan YouTube Pemprov DKI Jakarta, Jumat, 5 Februari.
Anies menyebut saat ini DKI tengah melaksanakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sampai tanggal 8 Februari. Anies akan memastikan implementasi PPKM di lapangan berjalan dengan baik dan tertib.
Dia kembali mengingatkan kepada masyarakat untuk terus mematuhi protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Serta, tak usah ke luar rumah bila tidak ada keperluan mendesak.
"Di sisi lain, kami pemerintah akan terus bekerja keras meningkatkan 3T, kapasitas testing dan kegiatan testing, kapasitas tracing dan kegiatan tracing, kemudian kapasitas fasilitas kesehatan, treatment dan isolasi untuk memastikan bahwa siapapun yang terpapar bisa dengan cepat kembali sehat," jelasnya.
Pernyataan Anies ini bertolak belakang dengan Wagub DKI Jakarta Riza Patria. Ia mengatakan, akan mempertimbangkan opsi penerapan lockdown saat akhir pekan hari Sabtu dan Minggu.
Usulan ini datang dari Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. Daulay menganggap bahwa kebijakan pemerintah untuk membatasi kegiatan masyarakat melalui PSBB dan PPKM belum berhasil maksimal.
"Itu usulan dari teman-teman di DPR RI. Tentu DKI Jakarta akan melakukan kajian, analisa. Nanti Pak Gubernur juga memimpin rapat-rapat internal, apakah usulan lockdown weekend dari DPR RI dimungkinkan," tutur Riza pada Selasa, 2 Februari.