KKP Optimistis Aplikasi e-PIT dapat Sukseskan Penerapan Penangkapan Ikan Terukur Mulai Tahun Depan
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong transformasi digital dengan menghadirkan aplikasi e-PIT dalam melaksanakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota.
Upaya ini dilakukan guna mempermudah perizinan dan pendataan ikan hasil tangkapan.
Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Agus Suherman mengatakan, E-PIT mengintegrasikan layanan hulu-hilir perikanan tangkap dalam satu sistem, antara lain terkait dengan pengajuan SLO, SPB, Logbook, STBLK, Laporan Penghitungan Mandiri (LPM), dan penghitungan PNBP PHP pascaproduksi.
Agus menilai, dengan adanya digitalisasi, proses perizinan, pelaporan hingga pengawasan dalam melaksanakan program ekonomi biru Penangkapan Ikan Terukur yang rencananya berlaku mulai tahun depan, nantinya bisa berjalan efisien.
"Kami optimistis itu akan berjalan efektif. Dahulu penggunaan kartu elektronik dalam layanan jalan tol banyak ditentang, kini 100 persen telah menggunakannya," kata Agus dalam acara Bincang Bahari bertajuk Perspektif Publik Terkait Transformasi Perikanan Tangkap dan Penerapan E-PIT, Senin, 18 September.
Pada kesempatan sama, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menambahkan, pentingnya E-PIT dalam implementasi pelaksanaan penangkapan ikan terukur berbasis kuota.
Oleh karena itu, kinerja sistem ini akan terus ditingkatkan seiring semakin tingginya jumlah pengguna.
Berdasarkan hasil survei KKP bersama Litbang Kompas di Cilacap, Jawa Tengah dan Benoa, sebagian besar nakhoda dan pelaku usaha perikanan memiliki kesadaran yang tinggi terkait kebijakan penangkapan ikan terukur, termasuk soal aplikasi E-PIT. Begitu juga pemahaman mereka mengenai kebijakan PIT dan aplikasi pendukungnya.
Meski begitu, berdasarkan pengakuan para responden yang jumlahnya 100 orang, terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat menggunakan aplikasi PIT, seperti kendala sinyal, error, forced closed, hingga freeze.
"Kendala sinyal itu yang paling tinggi, tetapi ada solusi yang pasarnya sudah tercipta di lapangan. Salah satunya teknologi satelit yang bisa dipakai untuk mengatasi kendala tersebut," ujarnya.
Di samping itu, Plt Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP Aulia Riza Farhan mengatakan, pihaknya juga memiliki teknologi Command Center untuk mendukung sistem pengawasan pelaksanaan Penangkapan Ikan Terukur.
KKP pun akan meningkatkan fitur-fitur yang ada di dalamnya hingga ke pemantauan kondisi terumbu karang dan mangrove.
Data-data yang terkumpul dalam sistem tersebut nantinya dapat digunakan untuk mendukung pengambilan kebijakan.
"Saat ini, komunikasi di maritim itu sangat dibutuhkan supaya kami mendapatkan data sehingga menjadi informasi yang berguna untuk policy. Sesuai dengan arahan Pak Menteri bahwa ekologi sebagai panglima, saat ini fokus dari KKP membuat Ocean Bigdata," ucap dia.
Sementara itu, Chief Executive Officer Telkomsat Lukman Abd Rauf menegaskan, sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Telkomsat ditugaskan untuk mentransformasi digital bukan hanya di darat, tetapi di laut seperti yang dibutuhkan KKP.
Baca juga:
Lukman menjelaskan, Telkomsat memiliki produk berbasis satelit LEO dari Starlink yang dipakai untuk menjelaskan keterbatasan jaringan komunikasi di darat maupun di laut.
Starlink sendiri memiliki satelit LEO dengan ketinggian sekitar 500-2000 kilometer (km).
"Telkomsat bekerja sama dengan SpaceX untuk layanan Starlink backhaul dengan kapasitas hingga 250 Gbps. Sistem komunikasi berbasis orbit rendah LEO dengan ketinggian 550 km yang mampu memberikan layanan dengan latency rendah, throughput tinggi hingga 500 Mbps dan portable (+/- 5kg), sehingga diharapkan dapat menjadi solusi terhadap keterbatasan jaringan komunikasi di darat dan di laut," ungkapnya.