Pengadilan Australia Putuskan Pemecatan 1.700 Karyawan oleh Qantas Selama Pandemi Melanggar Hukum
JAKARTA - Pengadilan tinggi Australia pada Hari Kamis memutuskan maskapai penerbangan negara itu, Qantas Airways, melanggar hukum dengan memecat 1.700 staf darat dan mengganti mereka dengan karyawan outsourcing pada awal pandemi COVID-19.
Pengadilan Tinggi Australia mengatakan, Qantas memiliki alasan komersial atas tindakannya pada tahun 2020, puncak penutupan perbatasan yang disebabkan oleh pandemi, tetapi melanggar undang-undang industri karena "berusaha menggagalkan" hak-hak karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja untuk terlibat dalam aksi industrial, melakukan tawar-menawar secara kolektif.
Pengadilan Federal tingkat rendah pada tahun 2021 memutuskan Qantas melanggar hukum lantraran melakukan outsourcing pekerjaan penanganan darat. Namun, maskapai tersebut mengajukan banding atas keputusan tersebut di Pengadilan Tinggi yang menguatkan keputusan tersebut pada Hari Kamis. Permasalahannya sekarang kembali ke Pengadilan Federal yang akan memutuskan hukuman dan kompensasi bagi karyawan yang terkena dampak.
"Para pekerja ini berada dalam keadaan yang sangat buruk," kata Michael Kaine, sekretaris Serikat Pekerja Transportasi (TWU) yang mengajukan gugatan tersebut, melansir Reuters 13 September.
"Keluarga mereka berada dalam neraka, hidup mereka tercerabut, beberapa diantaranya selamanya," tambahnya.
Qantas harus kembali ke Pengadilan Federal dan "melakukan apa pun yang Anda bisa untuk mempercepat kompensasi bagi para pekerja, sehingga mereka bisa mendapatkan keadilan dan hiburan bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka," kata Kaine.
Sementara itu, Qantas mengatakan dalam sebuah pernyataan, mereka menerima keputusan Pengadilan Tinggi dan mencatat bahwa Pengadilan Federal telah mengesampingkan pemaksaan perusahaan untuk mempekerjakan kembali para pekerjanya. Dikatakan, pihaknya telah membuat ketentuan yang tidak ditentukan dalam rekeningnya mengenai denda dan kompensasi bagi karyawan yang terkena dampak setelah keputusan Pengadilan Federal.
"Seperti yang telah kami katakan sejak awal, kami sangat menyesali dampak pribadi dari keputusan outsourcing terhadap semua pihak yang terkena dampak dan kami dengan tulus meminta maaf atas hal itu," kata pernyataan pihak maskapai.
Ketika melakukan outsourcing penanganan bagasi, pihak maskapai mengatakan akan menghemat sekitar 100 juta dolar Australia per tahun dalam biaya operasional, serta 100 juta dolar Australia investasi peralatan selama lima tahun.
Baca juga:
- Otoritas Kerala India Tutup Sejumlah Sekolah hingga Transportasi Umum untuk Mengekang Virus Nipah
- Sebut Rusia Sedang Lakukan Perjuangan Suci, Kim Jong-un Dukung Setiap Keputusan Presiden Putin
- Lima Mantan Polisi Memphis Didakwa Langgar Hak Sipil dalam Kasus Tewasnya Pengendara Kulit Hitam Tyre Nichols
- Galangan Kapal Strategis Rusia di Krimea Terbakar Akibat Serangan Rudal dan Speedboat
Mengutip BBC, Qantas menyatakan tindakan yang diambilnya merupakan tindakan finansial yang diperlukan selama pandemi COVID-19.
Diketahui, Qantas memberhentikan petugas bagasi dan petugas kebersihan di 10 bandara yang ada di Australia November 2020, pada saat negara tersebut menutup perbatasannya dan bisnis sedang anjlok.
Para pekerja dan anggota serikat pekerja menggambarkan hasil tersebut sebagai "kemenangan besar" setelah perjuangan "David dan Goliath".