Dilema Negara Berkembang: Tantangan Ekonomi Lebih Banyak, tapi Akses Modal Paling Mahal
JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dinamika yang semakin kompleks membawa tekanan yang lebih besar kepada negara berkembang.
Situasi ini didorong oleh ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global sebagai dampak dari inflasi yang masih di level tinggi.
Padahal, negara berkembang seharusnya mendapat privilege tertentu agar bisa mengatasi tantangan perekonomian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju.
“Kebutuhan dan tantangan pembangunan negara berkembang sangat besar, namun akses modal sangat terbatas dan biayanya makin (sangat) mahal,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Selasa, 12 September.
Menurut Sri Mulyanu, situasi bertambah sulit tatkala APBN tiap-tiap bangsa punya kemampuan yang tidak sama pasca situasi COVID-19 beberapa tahun terakhir ini.
“Sementara itu ruang fiskal banyak negara berkembang menurun akibat pandemi dan pelemahan ekonomi,” tuturnya.
Oleh karena itu, dia mendukung, inisiatif India di G20 lalu untuk mereformasi arsitektur keuangan global baik dalam governance (tata kelola), maupun kapasitas keuangannya.
Adapun dua institusi yang dianggap bisa menjadi pionir dalam perubahan ini adalah Bank Dunia dan IMF.
“Ini agar meningkat dalam membantu negara berkembang melalui pembiayaan murah dan konsepsional untuk mengatasi tantangan pembangunan (kemiskinan) dan dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan pandemi,” tegas dia.
Baca juga:
Bak gayung bersambut, Sri Mulyani mendapatkan informasi dari koleganya asal Amerika Serikat bahwa pemerintah setempat setuju untuk mendorong akses pembiayaan yang lebih luas dan lebih murah kepada kelompok negara berkembang.
“Saya mendiskusikan topik ini dengan US Treasury Secretary (Menteri Keuangan AS) Janet Yellen. Presiden Biden menyampaikan bahwa Bank Dunia akan ditingkatkan kemampuan pinjaman konsesional kepada negara berkembang hingga 25 miliar dolar AS dan bahkan dapat dinaikkan menjadi 100 miliar dolar AS bila didukung negara maju lainnya,” kata dia.
Atas dasar inilah Menkeu berharap, G20 bisa semakin mewujudkan keseimbangan global lantaran merepresentasikan 80 persen dari seluruh perekonomian dunia.
“Hasil G20 akan sangat menentukan apakah dunia mampu mengatasi berbagai tantangan rumit dan kompleks tersebut, terutama dalam membantu negara miskin dan berkembang untuk terus mampu maju dan mengejar ketertinggalan,” tutup Menteri Keuangan Sri Mulyani.