Masyarakat Internasional Siapkan Sanksi, Uskup Agung Myanmar Ajak Belajar Sejarah
JAKARTA - Uskup Agung Myanmar Kardinal Charles Maung Bo berterima kasih atas perhatian masyarakat internasional, terkait kondisi yang terjadi di Myanmar saat ini. Namun, Ia juga meminta masyarakat internasional untuk mempertimbangkan keadaan di Myanmar jika ingin menjatuhkan sanksi.
Hal ini disampaikannya dalam pesan resmi yang ditujukan kepada rakyat Myanmar dan komunitas internasional pada Rabu malam waktu setempat.
Setelah kudeta militer pada awal pekan ini, sejumlah negara bersiap untuk memberikan sanksi kepada Myanmar. Misalnya, Amerika Serikat mengatakan kudeta tersebut akan memicu pembatasan bantuan Amerika ke negara tersebut.
Terkait ancaman sanksi ini, Kardinal Bo mengingatkan masyarakat internasional bahwa, meskipun dia berterima kasih atas keprihatinan mereka, sejarah telah menunjukkan dengan menyakitkan bahwa, kesimpulan dan penilaian yang tiba-tiba pada akhirnya tidak menguntungkan rakyat Myanmar.
"Karena sanksi dan kecaman tidak membawa hasil, melainkan menutup pintu dan mengakhiri dialog. Tindakan keras ini telah membuktikan berkah besar bagi kekuatan super yang mengincar sumber daya kita,” tutur Kardinal Bo, melansir The Irrawaddy.
Apa yang dikatakannya mengacu pada apa yang terjadi di Myanmar pada akhir 1990-an, ketika isolasi internasional memaksa rezim militer saat itu menjadi bergantung pada China.
Serangkaian pembatasan internasional diberlakukan di Myanmar pada saat itu, tetapi pemerintah militer yang berkuasa tidak merasakan dampaknya. Sebaliknya, masyarakat Myanmar menjadi semakin miskin.
Baca juga:
Kardinal mendesak komunitas internasional untuk menghadapi kenyataan, memahami dengan baik sejarah Myanmar dan risiko runtuhnya ekonomi, bisa membuat jutaan orang jatuh miskin.
“Melibatkan para aktor dalam rekonsiliasi adalah satu-satunya jalan,” dia mengingatkan dunia internasional," pesannya.