Eks Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak Dituntut 12 Tahun Penjara

SIDOARJO - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simanjuntak dengan hukuman 12 tahun penjara.

Selain hukuman penjara, hak politik dari Sahat Tua P Simanjuntak dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi masa tahanan selama persidangan," kata Jaksa KPK Arif Suharmanto di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Surabaya, Jumat, 8 September.

 Dalam tuntutan itu Sahat diyakini jaksa melanggar pasal 12 a juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sebelum menjatuhkan tuntutan, Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemerintahan bersih dari korupsi dan memberantas tindak pidana korupsi serta terdakwa belum mengembalikan uang yang dikorupsi.

"Sedangkan hal yang meringankan terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi," ucap JPU Arif Suhermanto.

Selain itu terdakwa wajib membayar uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

"Jika tidak bisa membayar uang pengganti maka harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, jika tidak sanggup membayar diganti dengan pidana penjara selama enam tahun," ujarnya.

Usai tuntutan itu, terdakwa Sahat Tua P Simanjuntak maupun kuasa hukum terdakwa tidak berkomentar.

"Berdasarkan pembuktian uang Rp39,5 miliar terbukti diterima terdakwa Sahat melalui Rusdi," ujarnya.

 

Sahat Tua Simanjuntak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Desember 2022. Sahat bersama anak buahnya Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum), menerima suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.

Suap itu diterima Sahat sebagai imbalan memuluskan pencairan dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas). Sepanjang 2020 hingga 2023, sekitar Rp200 miliar dana hibah yang berhasil dicairkan olehnya.

Sementara Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi kini sudah divonis 2,5 tahun penjara. Keduanya mendapat vonis yang cukup ringan karena statusnya sebagai justice collaborator.