Harga Komoditas Makin Termoderasi, Pemerintah Antisipasi Efek Rambatan ke Ekonomi
JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mendalami dinamika harga komoditas global terhadap pengaruhnya ke perekonomian nasional.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa harga komoditas, utamanya pangan dan energi, telah turun namun masih cenderung fluktuatif.
“Situasi ini harus terus kita waspadai,” ujarnya saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Kamis, 31 Agustus.
Suahasil menjelaskan, sektor penerimaan negara cukup terbantu lewat ekspor komoditas minyak sawit (crude palm oil/CPO) dan batu bara yang kini harganya tengah melandai. Wakil Sri Mulyani itu mencatat, bandrol CPO anjlok sebesar 10,2 persen year to date (ytd) menjadi 821,7 dolar AS per ton.
Bahkan, batu bara terkontraksi lebih dalam minus 63,1 persen ytd ke level 149 dolar AS per metrik ton. Pun, demikian dengan harga gas alam yang turun 39,4 persen ytd dan minyak mentah (brent) turun 1,8 persen ytd.
“Ini memberikan implikasi. Kita harus betul-betul mewaspadai penerimaan negara dan bagaimana kondisi ini memberikan efek ke perekonomian nasional,” tuturnya.
Baca juga:
Asal tahu saja, pada 2022 yang lalu terjadi lonjakan harga komoditas yang membuat penerimaan negara terdongkrak. Namun, di sisi lain pemerintah juga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk subsidi BBM lantaran harganya juga ikut naik.
VOI mencatat, nilai subsidi/kompensasi tahun lalu melambung dari sebelumnya Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Bahkan dalam sebuah kesempatan pekan ini, Menkeu Sri Mulyani sempat menyebut jika subsidi bisa membengkak hingga Rp700 triliun apabila tidak dilakukan penyesuaian harga BBM pada September 2022.
“Fluktuasi ini sangat penting untuk kita waspadai,” sambung Suahasil.