Kemenkeu Bicara Implementasi Pajak Karbon di Tengah Kepungan Polusi

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya angkat bicara soal implementasi pajak karbon di tengah polusi Jakarta yang tinggi akhir-akhir ini. Melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, kantor kebendaharaan negara itu memberikan keterangan.

“Pajak karbon gunanya untuk menyambut concern masyarakat melihat emisi. Pajak karbon itu bagian dari carbon pricing. Jadi cara kita untuk meng-involve adanya harga dari emisi karbon dengan nilai usahanya. Itu harus dilihat secara bertahap ke sektor-sektor ekonomi. Sektor yang siap, itu yang kita dahulukan (masuk) ke roadmap,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 23 Agustus.

Menurut Febrio, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah berada dalam tren yang menggembirakan. Untuk itu dia ingin memastikan bahwa penerapan regulasi pemerintah jangan sampai menekan katalis positif.

“Carbon pricing itu bisa dengan pajak karbon, bisa dengan pasar karbon. Kita melihat saat ini yg paling dekat yg dapat kita dorong adalah pengenaan bagaimana meng-internalize harga dari karbon ini dengan pasar karbon. Makanya by the end of the year kita berharap bisa launching pasar karbon bersama dengan OJK, KLHK khususnya fokusnya di sektor kehutanan,” sambung dia.

Febrio menjelaskan, sektor kehutanan RI relatif cukup advance dibandingkan dengan banyak negara lain. Pasalnya, Indonesia sendiri memang salah satu yang memiliki hutan paling luas di dunia bersama dengan Brazil dan Kongo mendorong potensi karbon kredit yang sangat besar.

“Dengan demikian kita ingin membuka peluang sebanyak-banyaknya pihak, tidak hanya pemerintah tapi juga private sector untuk involve di dalam mengabsorbsi emisi dengan menggunakan proyek di hutan, kehutanan,” tuturnya.

Anak buah Sri Mulyani itu menambahkan jika dalam beberapa tahun terakhir sudah ada sejumlah perusahaan berhasil melakukan carbon trading dengan pihak global. Inisiatif ini yang kemudian dibuka lebih luas dan jelas melalui mekanisme regulasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup agar memastikan bahwa karbon kredit yang tercipta dan diperdagangkan nanti itu adalah karbon kredit yang berkualitas.

“Kredibilitas jelas perlu sehingga kita bersama-sama dunia punya concern yang sama bahwa kita tidak sedang melakukan greenwashing, tetapi benar-benar carbon emission itu akan berkurang dengan proyek-proyek yang aktual dan kredibel,” tegas Febrio.

VOI mencatat, pajak karbon sedianya akan mulai diberlakukan pada semester II 2022 yang lalu sebelum perhelatan KTT G20 di Bali. Namun, implementasi tersebut urung dilaksanakan karena mempertimbangkan kondisi ekonomi dan faktor tekanan akibat pandemi. Rencananya, pajak karbon akan diterapkan pada 2025 mendatang.