Temui Nelayan Terkait Rencana Pelepasan Air Radioaktif PLTN Fukushima Hari Ini, PM Jepang Kishida: Saya Ingin Bicara Langsung

JAKARTA - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, dirinya akan bertemu dengan para nelayan secepatnya pada Hari Senin, terkait dengan rencana pemerintah untuk melepas air radioaktif PLTN Fukushima ke laut lepas.

Mendapatkan persetujuan dari organisasi-organisasi yang mewakili para nelayan sendiri, dianggap sebagai rintangan terakhir bagi rencana pelepasan air limbah yang telah diolah, sebuah langkah yang menurut pemerintah akan dimulai pada musim panas ini.

Rencana untuk melepaskan 1,3 juta ton air dari PLTN yang hancur akibat tsunami, mendapatkan tentangan dari serikat nelayan setempat, menimbulkan kekhawatiran di antara para pembeli di Korea Selatan dan memicu pelarangan impor produk makanan dari Fukushima oleh China.

"Saya ingin berbicara langsung dengan para nelayan tentang niat pemerintah," kata PM Kishida kepada para wartawan pada Hari Minggu setelah mengunjungi PLTN Fukushima, yang terendam oleh tsunami tahun 2011, melansir Reuters 20 Agustus.

Lebih lanjut PM Kishida mengatakan, pemerintahannya akan melakukan segala upaya untuk memastikan keamanan pelepasan air radioaktif dan mengatasi kerusakan reputasi.

Pelepasan air radioaktif merupakan langkah kunci dalam menonaktifkan PLTN Fukushima Daiichi dan merevitalisasi Fukushima, tambahnya.

Pihak pengelola, Tokyo Electric Power (Tepco) telah menyaring air yang terkontaminasi untuk menghilangkan isotop radioaktif, dan hanya menyisakan tritium yang sulit dihilangkan.

Perusahaan akan mengencerkan air untuk mendapatkan tritium di bawah batas yang diizinkan, sebelum memompanya ke laut dari lokasi pantai.

Diketahui, regulator nuklir Jepang menyetujui rencana tersebut setelah mendapatkan persetujuan bulan lalu dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang telah melakukan evaluasi selama dua tahun.

Pemerintah PM Kishida sendiri akan memutuskan secepatnya pada Hari Selasa, kapan akan mulai melepaskan air tersebut, kemungkinan besar pada akhir bulan ini, demikian laporan media Jepang.

"Seluruh unsur pemerintah akan membuat keputusan akhir, setelah memeriksa status dari upaya-upaya untuk memastikan keamanan dan melawan kerusakan reputasi," tandasnya.