Bawaslu Bakal Patroli Pengawasan Jelang Pemilu 2024
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan melakukan pengawasan patroli menghadapi tahapan Pemilu 2024.
Hal ini menyusul pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD terkait dugaan banyak politik uang saat penyelenggaraan pemilu.
"Antisipasinya jelas, pada saat ini ada pengawas tps di tps. Kemudian juga ada patroli pengawasan yang sejak 2019 sudah kami lakukan. Nah sekarang akan kami giatkan lagi untuk itu," ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dilansir ANTARA, Rabu, 9 Agustus.
Menurut dia, antisipasi kecurangan saat pemilu bukan hanya dilakukan yang sesuai jadwal saja. Adapula antisipasi yang tidak terjadwal untuk patroli pengawasan bersama kepolisian.
"Kalau untuk money politic biasanya kami dengan teman-teman kepolisian untuk pengawasannya," katanya.
Sebelumnya, Ketua Divisi Teknis KPU Idham Holik menilai pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD terkait masih banyak politik uang di tubuh KPU saat penyelenggaraan pemilu sebagai sistem peringatan dini (early warning system).
"Apa yang disampaikan oleh Pak Menko Polhukam menjadi early warning system bagi KPU untuk mendisiplinkan dan memastikan seluruh jajaran KPU di daerah dan Badan Ad Hoc (ppk, pps, dan kpps) agar tidak melakukan perilaku moral hazard dalam pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara Pemilu Serentak 2024," ujar Idham.
Saat disinggung terkait upaya menyelidiki pembelian suara (vote buying) yang dilakukan anggota KPU, Idham menjelaskan dugaan tindak pidana pembelian suara atau politik uang ditangani oleh Bawaslu dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan sejumlah penyakit saat pemilu yang harus diantisipasi dari sekarang.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UII itu, penyakit pertama adalah politik uang dengan membeli dukungan suara yang dapat dibeli secara borongan maupun eceran.
"Politik uang adalah upaya memenangkan pemilu melalui pembelian dukungan," ujar Mahfud MD.
Dia mengatakan pembelian suara secara borongan dapat melalui botoh ataupun pejabat di desa, kecamatan hingga KPU. Walaupun KPU merupakan lembaga independen, sambung dia, anggotanya berada sampai ke daerah.
"Banyak di KPU meski sudah independen, karena KPU bukan hanya di Jakarta. Itu ada sampai ke daerah bahkan tingkat tps itu orang KPU semuanya," jelasnya.
Sementara itu, pembelian suara secara eceran biasanya disebut sebagai serangan fajar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan KPK ditemukan peningkatan volume terjadinya korupsi itu selalu sejalan dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada.
Penyakit kedua ialah hoaks atau berita bohong yang isinya menimbulkan perpecahan. Padahal, lanjut Mahfud, pemilu adalah ekspresi demokrasi dan demokrasi akan menjadi liar serta merusak masyarakat kalau tidak ada nomokrasi.